Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan minyak dunia sedang melesat menuju titik tertinggi sepanjang masa. Pakar di industri minyak memperkirakan harga minyak mentah bisa mencapai US$ 100 per barel dalam hitungan bulan.
Produsen minyak asal Amerika Serikat (AS) disebut akan memberikan uang sebanyak mungkin kepada para investornya.
Seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (4/3), para pemegang saham di perusahaan-perusahaan minyak AS meraup rezeki nomplok senilai US$ 128 miliar pada tahun 2022. Keuntungan tersebut berasal dari adanya gangguan pasokan global seperti perang Rusia di Ukraina dan tekanan dari Wall Street.
Menurut perhitungan Bloomberg, untuk pertama kalinya dalam setidaknya satu dekade, perusahaan-perusahaan pengeboran minyak AS tahun 2022 menghabiskan lebih banyak uang untuk pembelian kembali saham dan dividen daripada sebagai modal untuk proyek-proyek.
Baca Juga: Sanksi Ekonomi Rusia Penyebab Utama Turunnya Harga Minyak
Pembayaran gabungan sebesar US$ 128 miliar di 26 perusahaan juga merupakan yang terbesar sejak setidaknya tahun 2012, dan itu terjadi pada tahun ketika Presiden AS Joe Biden tidak berhasil mengimbau industri untuk meningkatkan produksi dan meredakan lonjakan harga bahan bakar.
Bagi perusahaan besar minyak di AS, menolak permintaan langsung dari pemerintah AS mungkin tidak pernah lebih menguntungkan.
Kekhawatiran Jangka Panjang
Sementara itu, para investor tengah khawatir terhadap permintaan bahan bakar fosil akan mencapai puncaknya paling cepat pada tahun 2030.
Artinya, menghilangkan kebutuhan akan megaproyek minyak bernilai miliaran dolar yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menghasilkan keuntungan maksimal.
Dengan kata lain, kilang minyak dan pembangkit listrik berbahan bakar gas alam berisiko menjadi aset yang terlantar atau tidak terpakai karena digantikan oleh mobil listrik dan ladang baterai di masa mendatang.
Baca Juga: Arab Saudi dan Ukraina Teken Kesepakatan Senilai US$ 400 Juta
"Komunitas investasi skeptis terhadap aset dan harga energi yang akan terjadi di masa mendatang," kata John Arnold, miliarder filantropis dan mantan pedagang komoditas.
"Mereka lebih suka mendapatkan uang melalui pembelian kembali saham dan dividen untuk diinvestasikan di tempat lain. Perusahaan-perusahaan harus merespons apa yang dikatakan komunitas investasi kepada mereka, jika tidak, mereka tidak akan bertahan lama," sambungnya.
Pembelian Kembali Saham Meningkat
Pembelian minyak yang meningkat membantu mendorong belanja perusahaan AS lebih luas yang membuat pembelian kembali saham meningkat lebih dari tiga kali lipat selama bulan pertama tahun 2023 menjadi US$ 132 miliar, tertinggi yang pernah terjadi dalam satu tahun.
Sebagai contoh, Chevron Corp, menyumbang lebih dari setengah dari total tersebut dengan janji terbuka senilai US$ 75 miliar. Gedung Putih mengecam dan mengatakan bahwa uang tersebut akan lebih baik digunakan untuk memperluas pasokan energi.
Adapun, pajak AS sebesar 1% untuk pembelian kembali saham mulai berlaku akhir tahun ini.
Para eksekutif di seluruh jajaran perusahaan minyak terbesar di AS kini bersikeras bahwa pendanaan dividen dan pembelian kembali saham adalah prioritas utama daripada memompa minyak mentah tambahan untuk meredam ketidakpuasan konsumen atas harga pompa yang lebih tinggi.
Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam hitungan bulan karena permintaan dari China meningkat dan konsumsi bahan bakar global mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Menurut Energy Information Administration, produksi minyak di AS diperkirakan hanya akan tumbuh 5% tahun ini menjadi 12,5 juta barel per hari. Tahun 2024, ekspansi diperkirakan akan melambat menjadi hanya 1,3%.
Baca Juga: Menlu AS Blinken Tuding China Kemungkinan Memberikan Senjata ke Rusia
Dengan meningkatnya harga minyak, Presiden AS Joe Biden memiliki lebih sedikit alat yang dapat digunakan untuk menangkal pukulan terhadap konsumen. Biden telah menggunakan Cadangan Minyak Strategis hingga 180 juta barel dalam upaya untuk meredakan harga bensin yang melonjak pada tahun 2022.
Menteri Energi AS Jennifer Granholm kemungkinan besar akan mendapat sambutan yang dingin di acara CERAWeek oleh S&P Global di Houston pada tanggal 6 Maret jika ia mengikuti jejak Biden dan menyerang industri karena memberikan terlalu banyak keuntungan kepada investor.