Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi China kembali menghadapi tekanan setelah data terbaru menunjukkan perlambatan pada dua sektor kunci.
Produksi industri hanya tumbuh 5,2% secara tahunan pada Agustus 2025, terendah dalam setahun dan lebih lemah dibandingkan 5,7% pada Juli. Angka ini juga meleset dari proyeksi survei Reuters sebesar 5,7%.
Sementara itu, penjualan ritel hanya naik 3,4%, laju paling lambat sejak November 2024 dan turun dari 3,7% pada Juli. Capaian ini juga di bawah perkiraan kenaikan 3,9%. Lemahnya konsumsi domestik semakin menambah kekhawatiran terhadap target pertumbuhan tahunan ekonomi sebesar “sekitar 5%”.
Tantangan: Pasar Properti, Lapangan Kerja, dan Konsumsi
Krisis properti yang berkepanjangan masih menjadi beban besar. Harga rumah baru turun 0,3% dibanding bulan sebelumnya dan 2,5% secara tahunan, mencerminkan lemahnya permintaan di sektor perumahan.
Baca Juga: Produksi Baja China Turun, Imbas Pembatasan Operasi dan Perlambatan Permintaan
Penurunan nilai properti telah menggerus kekayaan rumah tangga, membuat konsumen menahan belanja. Kondisi ini diperburuk oleh pasar kerja yang melemah: tingkat pengangguran naik menjadi 5,3% pada Agustus, dari 5,2% pada Juli dan 5,0% pada Juni.
Sektor manufaktur pun tertekan, baik oleh permintaan domestik yang lemah maupun persaingan ketat yang memicu pemotongan harga agresif. Pemerintah kini mulai menindak praktik dumping harga yang dinilai mengancam stabilitas ekonomi.
Faktor Eksternal: Perdagangan dan Cuaca Ekstrem
Selain tekanan internal, ketidakpastian dari luar negeri juga membayangi. Presiden AS Donald Trump melanjutkan kebijakan perdagangan yang tidak menentu, mendorong produsen China mencari pasar alternatif di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin.
Meski ada beberapa keberhasilan diversifikasi, dampak negatif dari krisis properti tetap mendominasi.
Di sisi lain, cuaca ekstrem turut mengganggu aktivitas manufaktur. Musim panas 2025 tercatat sebagai yang terpanas sejak 1961, disertai musim hujan terpanjang, yang semakin memperlambat aktivitas industri.
Investasi Tetap dan Prospek Stimulus
Data Biro Statistik Nasional (NBS) juga menunjukkan investasi aset tetap hanya tumbuh 0,5% dalam delapan bulan pertama 2025, jauh di bawah ekspektasi 1,4% dan melemah dari 1,6% pada periode Januari–Juli.
Baca Juga: Investasi Properti China Anjlok 12,9% dalam 8 Bulan, Harga Rumah Baru Terus Turun
Melihat tren pelemahan ini, ekonom menilai Beijing perlu mempercepat langkah stimulus. Lynn Song, Kepala Ekonom Greater China di ING, memperkirakan masih ada kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 10 basis poin dan pemangkasan rasio giro wajib minimum (RRR) hingga 50 basis poin dalam beberapa minggu mendatang.
Komitmen Pemerintah China
Zheng Shanjie, Kepala Perencana Negara China, menegaskan bahwa Beijing akan mengoptimalkan kebijakan fiskal dan moneter, sekaligus memperluas instrumen keuangan baru untuk menopang pertumbuhan.
Ia menekankan pentingnya penelitian kebijakan secara berkala dan percepatan implementasi stimulus di paruh kedua tahun ini.