Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LONDON. Para produsen barang mulai dari pakaian olahraga hingga mobil mewah dan bahan kimia menggambarkan prospek bisnis yang suram pada Rabu (12/3), seiring meningkatnya kekhawatiran akan dampak perang dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Tarif impor baru untuk baja dan aluminium ke AS resmi berlaku mulai hari ini, menandai upaya Trump untuk menata ulang perdagangan global demi kepentingan AS. Uni Eropa pun langsung merespons dengan tindakan balasan.
Baca Juga: Tantang Trump, Kanada Berlakukan Tarif Balasan Senilai C$29,8 Miliar terhadap AS
Kebijakan tarif Trump, yang telah bolak-balik diimplementasikan sejak ia menjabat pada Januari lalu, telah mengacaukan berbagai industri—mulai dari otomotif hingga energi—dan mengguncang pasar.
Kekhawatiran akan meningkatnya inflasi serta melemahnya daya beli masyarakat AS semakin memperbesar potensi resesi ekonomi di negara tersebut.
"Hampir semua pelaku ekonomi kesulitan memahami perubahan kebijakan Washington yang tidak menentu dan dampaknya terhadap keputusan bisnis sehari-hari," kata Stephen Dover, chief market strategist di Franklin Templeton.
Menurutnya, ketidakpastian ini melumpuhkan berbagai sektor, termasuk layanan kesehatan, ritel, pertanian, pertambangan, dan energi.
Industri otomotif, misalnya, menghadapi ancaman tarif 25% untuk komponen yang diproduksi di Kanada atau Meksiko, sehingga sulit untuk merencanakan investasi jangka panjang.
"Tidak ada eksekutif otomotif yang berani berinvestasi jika keuntungannya bisa lenyap hanya dengan satu tanda tangan pemerintah," tambah Dover.
Baca Juga: Dari Baja hingga Bourbon, Uni Eropa Siapkan Balasan atas Tarif Trump
Dampak ke Perusahaan Global
Porsche Jerman menyatakan sedang mengkaji cara untuk meneruskan beban tarif 25% kepada konsumen AS tanpa merusak margin keuntungan mereka. Hal ini bisa berdampak pada kenaikan harga mobil mewah.
Tanpa tarif tambahan pun, Porsche memperingatkan bahwa penurunan penjualan, tingginya biaya produksi, dan ketidakpastian perdagangan dapat menggerus keuntungan mereka pada 2025. Sahamnya pun anjlok 4,5%.
Di sektor baja, dua produsen utama Korea Selatan sedang mempertimbangkan opsi investasi di AS sebagai respons terhadap tarif logam baru.
Sementara itu, analis J.P. Morgan, Bruce Kasman, memperkirakan kemungkinan resesi AS tahun ini mencapai 40%.
Jika Trump benar-benar menerapkan tarif balasan pada April, peluang resesi bisa meningkat hingga 50%.
Ketika ditanya tentang kemungkinan resesi akibat kebijakan perdagangannya, Trump menampik, "Saya tidak melihat itu terjadi sama sekali."
Namun, sehari sebelumnya, ia menolak untuk mengesampingkan kemungkinan tersebut.
Baca Juga: CEO Jack Daniels: Penarikan Alkohol dari Toko di Kanada Lebih Buruk daripada Tarif
Kekhawatiran di Pasar dan Konsumsi
Meskipun indeks saham Eropa cukup stabil karena berita kesepakatan gencatan senjata 30 hari antara Ukraina dan Rusia, laporan keuangan Puma dan Inditex (pemilik Zara) menunjukkan bahwa ketidakpastian perdagangan mulai memukul daya beli masyarakat.
Saham Puma anjlok hampir 25% ke level terendah dalam sembilan tahun setelah perusahaan memprediksi pertumbuhan penjualan yang lebih lambat akibat lemahnya permintaan di AS dan China.
Sementara itu, Inditex mencatat awal tahun yang lambat sejak 1 Februari, terutama di AS, yang merupakan pasar terbesar kedua mereka. Sahamnya turun lebih dari 8% ke level terendah sejak Agustus.
CEO Inditex Oscar Garcia Maceiras tetap optimistis dengan pasar AS meskipun menghadapi ketidakpastian akibat perang dagang.
Namun, ia mengakui bahwa dinamika geopolitik yang terus berubah membuat perencanaan jangka panjang menjadi sulit.
Sejak awal tahun, lebih dari 900 dari 1.500 perusahaan terbesar AS telah menyebut dampak tarif dalam laporan keuangan mereka atau dalam diskusi dengan investor, menurut data LSEG.
Baca Juga: Trump Lipat Gandakan Tarif Impor Baja dan Aluminium Kanada, Pasar Keuangan Terguncang
Tarif baru juga telah mendorong harga aluminium di AS ke rekor tertinggi, dan meskipun data terbaru menunjukkan inflasi AS meningkat lebih lambat dari perkiraan pada Februari, tarif impor diperkirakan akan menaikkan harga barang dalam beberapa bulan ke depan.
Di Jerman, distributor bahan kimia Brenntag memperingatkan bahwa 2025 akan tetap menjadi tahun yang penuh tantangan karena ketidakpastian ekonomi dan politik global.
CEO Brenntag Christian Kohlpaintner mengatakan bahwa perusahaannya relatif terlindungi dari beban tarif karena mengandalkan sumber bahan baku dan penjualan lokal. Namun, ia menilai kondisi global saat ini sangat tidak menentu.
"Risiko terbesarnya adalah perusahaan berhenti berinvestasi, dan konsumen juga menunda pembelian," kata Justin Onuekwusi, kepala investasi di St. James's Place.