Sumber: Economic Times,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Prancis, Inggris, dan Jerman telah mengirimkan Note Verbale bersama kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Surat itu menentang legalitas klaim maritim China yang luas di Laut China Selatan. Hal ini dapat dianggap sebagai kemunduran besar bagi agresi Beijing.
Melansir Economic Times, dalam pengajuan Note Verbale ke PBB pada Rabu, 16 September 2020 (Kamis waktu Manila), tiga negara kuat Eropa tersebut menyoroti, bahwa klaim tentang pelaksanaan “hak bersejarah” Beijing atas perairan Laut China Selatan tidak sesuai dengan ketentuan internasional, hukum dan ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Secara khusus, surat tersebut juga mendukung putusan arbitrase atas petisi yang diajukan oleh Filipina terhadap China di Pengadilan Permanen Arbitrase di Den Haag. Pada 12 Juli 2016, Pengadilan Arbitrase yang didukung PBB memutuskan mendukung petisi Filipina yang membatalkan klaim “sembilan garis putus-putus” (nine dash line) China.
Tiga negara Eropa menggarisbawahi pentingnya "pelaksanaan kebebasan laut lepas tanpa hambatan, khususnya kebebasan navigasi dan penerbangan, dan hak lintas damai yang diabadikan dalam UNCLOS, termasuk di Laut Cina Selatan."
Baca Juga: Melihat kembali ketegangan militer dunia selama satu bulan terakhir
"Prancis, Jerman, dan Inggris berpendapat bahwa semua klaim maritim di Laut China Selatan harus dibuat dan diselesaikan secara damai sesuai dengan prinsip dan aturan UNCLOS dan cara serta prosedur penyelesaian sengketa yang diatur dalam Konvensi," kata mereka seperti yang dilansir Economic Times.
China telah membangun beberapa pulau buatan di perairan Laut China Selatan yang diperebutkan, termasuk landasan pendaratan dan instalasi militer.
Baca Juga: Saat ketegangan Laut China Selatan mereda, giliran Laut Hitam memanas
Indonesia siaga
Sementara itu, Pemerintah Indonesia akan meningkatkan operasi keamanan maritim di dekat beberapa pulau di Laut China Selatan setelah kapal penjaga pantai China terlihat wara-wiri di wilayah tersebut. Hal ini meningkatkan kecurigaan Indonesia tentang tindakan yang dilakukan China.
Baca Juga: Panggil wakil dubes China, Kemenlu: RI tidak mengakui nine dash line
Reuters memberitakan, Aan Kurnia, Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia(Bakamla) mengatakan, kapal penjaga pantai China memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil Indonesia di lepas pulau Natuna utara pada hari Sabtu dan akhirnya meninggalkan wilayah tersebut pada hari Senin setelah mendapat peringatan atas yurisdiksi Indonesia.
Di bawah hukum internasional, melewati jalur ini memang diizinkan melalui ZEE negara lain, tetapi Aan mengatakan kapal itu terlalu lama berada di wilayah tersebut.
Baca Juga: Aksi Beijing mencurigakan di Laut China Selatan, Indonesia akan tingkatkan patroli
"Karena yang ini mengapung, lalu berputar-putar, kami menjadi curiga, kami mendekatinya dan mengetahui bahwa itu adalah kapal penjaga pantai China," katanya.
Dia menambahkan, angkatan laut dan penjaga pantai akan meningkatkan operasi di sana.
Wang Wenbin, juru bicara kementerian luar negeri China, mengatakan kapal itu melakukan "tugas patroli normal di perairan di bawah yurisdiksi China".
"Hak dan kepentingan China di perairan yang relevan di Laut China Selatan sudah jelas," kata Wang dalam konferensi pers seperti yang dilansir Reuters.
Indonesia mengganti nama bagian utara ZEE pada tahun 2017 menjadi Laut Natuna Utara, mendorong kembali ambisi teritorial maritim China.