Reporter: Adisti Dini Indreswari, Dityasa H Forddanta | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pebisnis bir memang sedang pusing karena larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket. Itu sebabnya, produsen bir bersiasat agar bisnisnya tetap mengucur.
Direktur PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), Alan V. Fernandez mengakui, aturan tersebut menjadi pukulan telak bagi bisnis perusahaan yang sebagian saham dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ini. Pada saat bersamaan, bisnis minuman beralkohol juga tertekan kenaikan tarif cukai minuman beralkohol. "Karena kondisi yang sedang sulit seperti ini, kami tidak bisa memprediksikan secara pasti target kinerja bisnis hingga akhir tahun nanti," kata Alan, Kamis (11/6).
Nah, untuk memaksimalkan roda bisnis, manajemen Delta Djakarta menyiapkan sejumlah siasat. Misalnya, perusahaan ini akan mengoptimalkan jalur penjualan di luar minimarket. "Kami akan memaksimalkan channel penjualan yang lain, seperti di hotel-hotel," ujar Alan.
Sayang, dia belum bersedia memerinci perbandingan antara hasil penjualan melalui minimarket dan jalur distribusi lain seperti perhotelan. Alan memastikan, selama ini penjualan dari minimarket dan retailer lain memang besar dan mampu menopang kinerja perseroan itu.
Tapi, bukan berarti penjualan minuman beralkohol di jalur hotel bisa dikesampingkan begitu saja. Saat ini, industri pariwisata di Indonesia terus tumbuh. Jumlah hotel juga ikut-ikutan naik.
Selain itu, destinasi wisata sudah tidak lagi terpusat di satu titik, melainkan mulai menyebar ke wilayah yang lebih luas. "Sekarang, kami melihat ada peluang besar di kawasan Indonesia bagian timur," imbuh Alan.
Selain memanfaatkan peluang laju industri pariwisata, sejatinya perseroan ini masih memiliki opsi untuk membuka jalur distribusinya sendiri. Apalagi ada wacana dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengeluarkan izin pembukaan toko khusus yang menjual minuman beralkohol, termasuk jenis bir.
Namun, hingga saat ini manajemen Delta belum menerima update dari Pemprov DKI Jakarta. Misalnya mengenai konsep toko, perizinan hingga teknis penjualannya nanti.
Sambil menunggu kabar positif, Delta Djakarta memilih mengetatkan ikat pinggang untuk bertahan. Sayang, Alan tidak merinci langkah penghematan yang tengah dilakukan oleh Delta Djakarta.
Yang jelas, kinerja Delta Djakarta pada kuartal I-2015 anjlok 42,47% dari periode serupa tahun 2014 menjadi Rp 329,31 miliar. Laba bersih perusahaan ini juga turun dari Rp 79,31 miliar pada kuartal I-2014 menjadi Rp 33,02 miliar pada kuartal I-2015.
Sebelumnya, PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) juga merasakan dampak buruk dari pelarangan penjualan minuman alkohol di minimarket. Apalagi, kontribusi penjualan Multi Bintang dari minimarket berkisar 10% sampai 15% dari total penjualan.
Efeknya, sama seperti Delta Djakarta, kinerja Multi Bintang di kuartal I-2015 juga terpangkas. Penurunan kinerja pun tidak terelakkan. Selama tiga bulan pertama tahun ini, pendapatan Multi Bintang terperosok 23% dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 569 miliar. Laba bersihnya pun merosot 42% menjadi sekitar Rp 107 miliar.
Melihat kondisi bisnis yang bikin kepayang ini, manajemen Multi Bintang belum bisa memastikan target kinerja sampai akhir tahun ini. Namun, perusahaan minuman milik Heineiken International BV asal Belanda ini tidak tinggal diam. Perusahaan ini bakal memompa penjualan di supermarket, hipermarket, hotel dan restoran.
Produsen Bir Bintang itu juga akan menggenjot penjualan produk minuman non alkohol seperti Bintang Zero. Saat ini, kontribusi minuman non-alkohol menopang 10% total pendapatan MLBI.