Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
“Dampak langsungnya adalah hal ini akan memaksa perusahaan-perusahaan yang menggunakan ekspor buatan China sebagai model bisnis mereka untuk mempertimbangkan kembali strategi tersebut dan lebih melokalisasi atau mendorong sebagian dari kapasitas tersebut di luar China ke arah pasar yang mereka tuju," urainya.
Menurut perusahaan riset Rhodium Group, produsen mobil China, yang memiliki keunggulan biaya sebesar 30% atau lebih dibandingkan pesaingnya di Eropa, menguasai 19% pasar kendaraan listrik Eropa tahun lalu, naik dari 16% pada tahun 2022.
Beberapa sudah mengalihkan produksinya ke Eropa. Chery Auto, produsen mobil terbesar China berdasarkan volume ekspor, telah menandatangani usaha patungan dengan EV Motors dari Spanyol untuk membuka lokasi manufaktur Eropa pertamanya di Catalonia.
BYD, saingan terbesar Tesla, juga membangun basis produksi kendaraan listrik Eropa pertamanya di Hongaria.
Baca Juga: Jangkau Konsumen, BYD Gandeng Harmony Auto Buka Diler di Jakarta Pusat
Namun, mungkin tidak ada alasan bisnis yang kuat bagi beberapa produsen kendaraan listrik China untuk memulai produksinya di Eropa, mengingat rantai pasokan mereka yang lebih murah dan efisien di dalam negeri serta volume penjualan yang terlalu rendah untuk mengimbangi biaya pabrik.
Menurut Yale Zhang, pendiri Automotive Foresight yang berbasis di Shanghai, respons paling sederhana bagi produsen mobil China adalah dengan menaikkan harga stiker Eropa untuk kendaraan listrik mereka.
“Jika Anda tidak menaikkan harga, saya khawatir keuntungannya akan negatif,” kata Zhang, mengacu pada perusahaan yang memproduksi kendaraan listrik yang akan terkena tarif tertinggi.
“Anda harus mengubah posisi harga, dan itu pasti akan berdampak pada penjualan,” katanya.