Sumber: Time,Britannica,Time | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Chanel dikenal luas sebagai salah satu merek fesyen paling bergengsi di dunia. Produk-produknya, mulai dari busana, tas, parfum, hingga kosmetik, digemari oleh banyak figur publik dan tokoh penting.
Kualitas produk Chanel yang tak main-main membuatnya dihargai mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Nama merek ini diambil dari sang pendiri, Gabrielle Bonheur Chanel, yang lebih dikenal sebagai Coco Chanel.
Baca Juga: Harga Emas Antam Logam Mulia Hari Ini Jumat (5/9) Turun Rp 2.000 Per Gram
Karya-karyanya berhasil merevolusi tren busana wanita pada era 1920-an dan tetap relevan hingga kini.
Salah satu inovasi terkenalnya adalah little black dress, yang mengubah persepsi warna hitam dari simbol berkabung menjadi lambang kemewahan dan keanggunan.
Masa Kecil dan Perjalanan Awal Karier
Menurut situs ensiklopedia Encyclopedia Britannica, Coco Chanel lahir di Saumur, Prancis, pada 19 Agustus 1883. Masa kecilnya jauh dari kemewahan; ia hidup dalam kemiskinan setelah ibunya meninggal dan sang ayah menelantarkannya di panti asuhan.
Di sanalah Chanel belajar menjahit dari para biarawati, sebuah keterampilan yang kelak menjadi kunci kesuksesannya.
Sebelum berkecimpung di dunia fesyen, Chanel sempat bekerja sebagai penyanyi di kafe. Profesi ini mempertemukannya dengan sejumlah pria kaya yang membantunya membangun relasi dan mengasah kepekaan terhadap dunia fesyen.
Memulai Kerajaan Bisnis Fesyen
Pada usia sekitar 20-an, Chanel mulai merintis bisnis fesyennya. Biography, situs informasi biografi tokoh dunia, mencatat bahwa Etinne Balsan adalah orang pertama yang membantunya mendirikan bisnis topi wanita di Paris.
Namun, kerja sama ini tidak bertahan lama, dan Chanel kemudian bekerja sama dengan Arthur "Boy" Capel, seorang pria yang lebih kaya.
Pada 1910, Chanel membuka toko topi pertamanya di Paris, tepatnya di Rue Cambon. Bisnisnya berkembang pesat, memungkinkannya membuka cabang di Deauville dan Biarritz.
Dari situ, ia mulai merambah ke dunia busana. Terobosan awalnya datang dari sebuah gaun yang ia rancang dari kain jersey tua, yang sontak mencuri perhatian publik.
Busana rancangan Chanel memiliki ciri khas tersendiri: sederhana namun tetap elegan, tanpa membatasi gerak tubuh. Rancangan ini cocok untuk acara formal maupun non-formal.
Sesuai dengan kutipan terkenalnya, "Kemewahan harus nyaman, jika tidak maka hal tersebut bukan sebuah kemewahan."
Menjelang akhir 1920-an, kerajaan bisnisnya bernilai jutaan dolar dan mempekerjakan lebih dari 2.000 orang, termasuk penjahit, pekerja pabrik, hingga ahli perhiasan.
Makin Berjaya Berkat Parfum dan Gaun Ikonik
Popularitas Chanel semakin melesat setelah peluncuran parfum pertamanya, Chanel No.5. Dengan aroma yang tidak terlalu manis, parfum ini langsung diminati banyak orang.
Selain itu, pada tahun 1920-an, ia memperkenalkan little black dress, sebuah desain revolusioner yang mengubah warna hitam menjadi pilihan populer untuk gaun pesta berkelas.
Tonton: Daftar Negara Paling Korup di ASEAN, Cek Posisi Indonesia
Sayangnya, Perang Dunia II memaksa Chanel menutup bisnisnya dan memberhentikan banyak karyawan. Setelah perang usai, ia sempat tinggal di Swiss selama beberapa tahun.
Kembali ke Puncak dan Akhir Kehidupan
Pada 1954, di usia 70 tahun, Coco Chanel memutuskan kembali ke dunia fesyen. Kemunculannya sempat menuai kritik, terutama karena hubungannya dengan diplomat Jerman di masa perang, seperti dikutip dari media online, Time.
Meskipun demikian, desainnya yang feminim, praktis, dan nyaman kembali diterima oleh masyarakat luas.
Coco Chanel tidak pernah menikah. Ia meninggal pada Januari 1971 di apartemennya di Hotel Ritz. Banyak pelayat yang hadir di Gereja Madeleine mengenakan busana karyanya sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Hingga kini, perusahaan Chanel masih berada di bawah kepemilikan keluarga Wertheimer dan terus berkembang, dengan penjualan mencapai ratusan juta dolar setiap tahunnya.