Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - KATHMANDU. Tentara Nepal kembali melanjutkan pembicaraan dengan kelompok demonstran muda yang dikenal sebagai "Gen Z" pada Kamis (11/9) untuk menentukan pemimpin sementara setelah gelombang protes memaksa perdana menteri mundur.
Kerusuhan yang dipicu larangan media sosial tersebut menewaskan 30 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang. Pemerintah sempat berusaha meredam massa dengan gas air mata dan peluru karet, namun protes justru makin meluas hingga akhirnya larangan itu dicabut.
"Pembicaraan awal sudah dimulai dan akan berlanjut hari ini. Kami berusaha menormalkan keadaan secara bertahap," kata juru bicara tentara, Raja Ram Basnet.
Untuk menjaga keamanan, tentara terus berpatroli di jalanan Kathmandu. Pihak berwenang juga memberlakukan jam malam di ibu kota dan wilayah sekitarnya, meski penerbangan internasional tetap beroperasi.
Baca Juga: Syarat dan Cara Donor Darah menurut PMI untuk Calon Pendonor
Gelombang demonstrasi disebut "Protes Gen Z" karena sebagian besar pesertanya adalah anak muda. Mereka menuntut perubahan, menuding pemerintah gagal memberantas korupsi dan membuka lapangan kerja.
Para pengunjuk rasa bahkan mengusulkan mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki sebagai perdana menteri interim. "Ketika mereka meminta, saya menyatakan bersedia," kata Karki kepada CNN-News18.
Protes sempat meluas dengan membakar gedung-gedung pemerintah, termasuk kediaman pribadi mantan perdana menteri KP Sharma Oli, serta sejumlah hotel di kawasan wisata Pokhara hingga Hotel Hilton di Kathmandu. Situasi mereda setelah pengunduran diri perdana menteri diumumkan.