Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Beberapa perusahaan di China tengah mempertimbangkan rencana penggalangan dana di Hong Kong ketika protes anti-pemerintah mengguncang kota tersebut. Hal ini disinyalir menjadi pertanda buruk masa depan Hong Kong sebagai gerbang keuangan antara ekonomi terbesar di Asia dan seluruh dunia.
Melansir artikel yang dimuat Bloomberg, Kamis (15/8) satu perusahaan membatalkan persiapan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) senilai US$ 500 juta di Hong Kong, yang disebabkan oleh terjadinya kerusuhan. Sebaliknya, perusahaan tersebut tengah mengejar rencana IPO di AS, menurut salah seorang bankir senior yang terlibat dalam kesepakatan tersebut.
Baca Juga: Ratusan truk militer China mendekati Hong Kong
Bankir lain mengatakan, setidaknya ada dua perusahaan yang sedang mempertimbangkan langkah serupa untuk IPO dengan total mencapai US$ 1 miliar. Pihaknya menambahkan keputusan akhir baru akan diambil jika kondisi pasar dan kekacauan di Hong Kong mereda.
Kesepakatan tersebut mewakili sebagian kecil uang yang dikumpulkan oleh pelaku bisnis China di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadi pertanda buruk bagi status kota yang memiliki predikat sebagai pusat keuangan utama dunia.
Dua bankir senior mengatakan, klien mereka di China memiliki beberapa kekhawatiran. Apalagi pasca Pemerintah Hong Kong memutuskan untuk menutup bandara pekan ini ditambah adanya kendala logistik lainnya yang disebabkan oleh aksi unjuk rasa masyarakat.
Baca Juga: Thailand melarang impor babi dari Myanmar karena demam babi Afrika
Pelaku usaha juga ragu ke depan Hong Kong dapat menjadi tempat yang stabil untuk melakukan bisnis dalam jangka panjang.
"Ketidakstabilan sosial dan politik telah berdampak pada persepsi orang," ujar David Cho, seorang mitra di firma hukum Dechert LLP yang berbasis di Hong Kong.
Menurutnya, rencana bisnis jangka panjang di pasar Hong Kong terlihat melemah di sisa tahun ini, dan bisa menjadi lebih buruk jika China memutuskan untuk mengambil langkah tegas.
Akibat kondisi ini, benchmark Hang Seng Index tercatat anjlok 12% selama tiga minggu terakhir karena bentrokan antara demonstran dan polisi menjadi semakin keras.
Baca Juga: Pasukan paramiliter China berlatih di dekat perbatasan Hong Kong
Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa pihak militer China bisa campur tangan untuk memulihkan ketertiban. Sementara itu, Indeks S&P 500 truun sekitar 5% selama periode yang sama.
Hal ini menjadi sangat penting bagi Hong Kong, sebab perekonomian kota tersebut mayoritas bergantung pada industri keuangan. Perusahaan-perusahaan asa China menyumbang US$ 9 miliar dari US$ 11 miliar yang dihimpun melalui IPO di negara bekas koloni Inggris tahun ini.
Selain itu, sekitar 80% dari penjualan obligasi berasal dari industri keuangan. Selain itu, pinjaman dalam nilai jumbo terkait dengan China oleh bank-bank di Hong Kong nilainya mencapai lebih dari US$ 500 miliar pada akhir kuartal I 2019, menurut data Otoritas Moneter Hong Kong.
Baca Juga: Yield obligasi anjlok di seluruh kawasan Asia Pasifik, kecuali Indonesia dan India
Beberapa ahli memandang, Hong Kong tengah menghadapi persaingan dari sisi hubungan internasional seperti AS dan Singapura serta pusat keuangan di China.
Pelonggaran pembatasan investasi asing secara bertahap telah mengubah Shanghai dan Shenzhen menjadi opsi yang semakin layak bagi perusahaan China yang berniat mencari akses dana ke luar negeri dibanding Hong Kong.
Kendati demikian, beberapa pelaku usaha tetap memandang China Inc meninggalkan sistem keuangan Hong Kong secara massal. Pasar AS dipandang sebagai tempat yang lebih stabil, hanya saja beberapa emiten China kurang tertarik untuk berinvestasi di AS dalam beberapa bulan terakhir karena kondisi perang dagang antara kedua negara kian memburuk.
Baca Juga: Perang dagang memanas, China pangkas impor emas
Salah satu yang menjadi sorotan bagi publik saat ini adalah usulan mega-listing Alibaba Group Holding Ltd di Hong Kong. Raksasa e-commerce ini telah mengajukan permohonan untuk menggalang dana sebanyak US$ 20 miliar di Hong Kong.
Namun beberapa orang yang akrab dengan masalah ini mengatakan pada bulan Juni 2019 lalu bahwa pihak Alibaba belum memberikan keterangan resmi sejak protes meningkat.