kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Putin Batalkan Perjanjian Terakhir dengan AS, Risiko Nuklir Semakin Meningkat


Rabu, 22 Februari 2023 / 09:59 WIB
Putin Batalkan Perjanjian Terakhir dengan AS, Risiko Nuklir Semakin Meningkat
Putin Batalkan Perjanjian Terakhir dengan AS, Risiko Nuklir Semakin Meningkat


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  LONDON. Perjanjian terakhir yang membatasi senjata nuklir Rusia dan Amerika Serikat (AS) sudah berada dalam bahaya besar. Bahkan sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pada Selasa bahwa Moskow menangguhkan partisipasinya.

Dampak keputusan Putin ini akan meluas pada risiko perlombaan senjata baru, bersamaan dengan perang di Ukraina. Dimana tidak ada pihak yang dapat mengandalkan kerangka kerja yang stabil dan dapat diprediksi yang telah disediakan oleh perjanjian nuklir berturut-turut selama lebih dari 50 tahun.

Analis keamanan mengatakan bahwa hal itu dapat sangat memperumit kalkulus rumit yang mendasari pencegahan timbal balik antara kedua negara, sementara juga memacu kekuatan lain seperti China, India, dan Pakistan untuk membangun persenjataan nuklir mereka.

Baca Juga: Rusia Tangguhkan Perjanjian Nuklir Utama dengan AS

Dalam pidato besar hampir setahun setelah invasi ke Ukraina, Putin mengatakan Rusia tidak mengabaikan perjanjian START Baru, perjanjian yang ditandatangani pada 2010 yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan Rusia dan AS.

Tetapi para ahli nuklir mencatat perjanjian itu tidak berisi ketentuan bagi kedua belah pihak untuk "menangguhkan" partisipasinya, seperti yang dia katakan dilakukan Moskow - mereka hanya memiliki opsi untuk menarik diri.

Putin mengatakan Rusia hanya akan melanjutkan diskusi setelah senjata nuklir Prancis dan Inggris juga diperhitungkan - suatu kondisi yang menurut para analis adalah non-starter, karena ditentang oleh Washington dan akan membutuhkan penulisan ulang perjanjian secara lengkap.

William Alberque, direktur strategi, teknologi, dan pengendalian senjata di Institut Internasional untuk Studi Strategis, mengatakan Rusia telah memutuskan dapat hidup tanpa START Baru tetapi berusaha untuk menyalahkan Washington.

Baca Juga: AS Mendesak Dewan Keamanan PBB Memberi Sanksi Lebih Berat Kepada Korea Utara

"Mereka telah membuat perhitungan bahwa perjanjian itu akan mati. Upayanya adalah untuk membebankan kerugian yang sebenarnya pada Amerika Serikat," katanya dalam wawancara telepon.

Perjanjian itu secara efektif membatasi jumlah hulu ledak per rudal yang dapat disebarkan oleh kedua belah pihak, sehingga kehancurannya dapat langsung melipatgandakan jumlah hulu ledak beberapa kali lipat, tambah Alberque.

Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia diperkirakan memiliki total 5.977 hulu ledak nuklir, sedangkan Amerika Serikat memiliki 5.428.

“Kedua belah pihak dapat segera beralih dari 1.550 hulu ledak strategis menjadi 4.000 – itu bisa terjadi dalam semalam,” kata Alberque.

Baca Juga: Penyerangan Bom Pipa Laut Nord Stream Disinyalir Ulah Tentara AS

Itu berpotensi mendestabilisasi karena menciptakan dilema "gunakan atau kalah" di mana konsentrasi hulu ledak lawan yang padat menghadirkan target yang lebih menarik, katanya.




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×