Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Operasional armada Airbus kembali mendekati normal pada Senin (1/12/2025) setelah pabrikan pesawat Eropa itu berhasil mempercepat pembaruan software yang sebelumnya diproyeksikan memakan waktu lebih lama.
Langkah cepat ini diambil Airbus untuk meredam sorotan publik terkait isu keselamatan yang selama ini lebih banyak diarahkan kepada pesaingnya, Boeing.
Baca Juga: Pendapatan Produsen Senjata China Anjlok 10% Akibat Korupsi
Puluhan maskapai dari Asia hingga Amerika Serikat melaporkan telah melakukan pembaruan software mendadak sesuai instruksi Airbus dan regulator global, setelah ditemukan kerentanan terhadap semburan radiasi matahari (solar flares) dalam sebuah insiden di udara yang melibatkan JetBlue A320.
Namun, beberapa maskapai membutuhkan proses lebih panjang, dan Avianca dari Kolombia tetap menghentikan pemesanan tiket hingga 8 Desember.
Sumber industri mengatakan keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, merecall sekitar separuh armada A320-family atau sekitar 6.000 pesawat diambil segera setelah muncul dugaan, meski belum terbukti, bahwa insiden JetBlue terkait dengan penurunan ketinggian yang tidak disengaja.
Setelah berdiskusi dengan regulator, Airbus menerbitkan peringatan delapan halaman kepada operator pada Jumat, yang secara efektif memerintahkan grounding sementara dengan mewajibkan perbaikan sebelum penerbangan berikutnya.
Baca Juga: Reformasi Pajak Penghasilan Akan Suntik Ekonomi Brasil Rp 86 Triliun Tahun Depan
“Pemberitahuan itu datang sekitar pukul 21.00 waktu Jeddah dan saya kembali bekerja pukul 21.30. Saya cukup terkejut karena prosesnya ternyata lebih cepat daripada dugaan awal selalu ada kompleksitas,” ujar CEO maskapai berbiaya rendah Saudi, Flyadeal, Steven Greenway.
Instruksi tersebut disebut-sebut sebagai recall darurat terluas dalam sejarah Airbus dan memicu kekhawatiran akan gangguan perjalanan, terutama pada akhir pekan Thanksgiving di Amerika Serikat yang sangat padat.
Peringatan menyeluruh itu juga mengungkapkan bahwa Airbus tidak memiliki data real-time tentang versi software yang digunakan masing-masing pesawat akibat jeda pelaporan dari operator.
Baca Juga: Aktivitas Manufaktur Jepang Melambat pada November, Tapi Membaik Dibanding Oktober
Dampak Mulai Menurun
Pada awalnya, maskapai kesulitan mengukur dampak karena peringatan itu tidak mencantumkan nomor seri pesawat terdampak.
Seorang penumpang Finnair mengatakan penerbangannya tertunda di landasan untuk pemeriksaan.
Dalam 24 jam, para insinyur berhasil mengidentifikasi pesawat-pesawat yang terdampak satu per satu.
Sejumlah maskapai kemudian memangkas estimasi jumlah pesawat yang harus diperbaiki serta waktu pengerjaannya yang sebelumnya diperkirakan Airbus mencapai tiga jam per pesawat.
“Jumlahnya turun banyak,” kata seorang sumber industri pada Minggu, merujuk pada total pesawat yang terpengaruh.
Baca Juga: Bursa Saham Australia Tertekan, Sektor Konsumer Seret Indeks di Awal Desember
Airbus menolak berkomentar lebih jauh selain pernyataan resminya pada Jumat.
Perbaikan dilakukan dengan mengembalikan software ke versi sebelumnya yang mengatur sudut hidung pesawat.
Proses ini melibatkan pengunggahan software lama melalui kabel dari perangkat bernama data loader, yang dibawa langsung ke kokpit untuk mencegah risiko serangan siber.
Setidaknya satu maskapai besar menghadapi penundaan karena kekurangan data loader untuk menangani puluhan pesawat dalam waktu singkat, kata seorang eksekutif.
Pertanyaan juga muncul mengenai sebagian kecil armada A320 yang lebih tua dan memerlukan penggantian komputer, bukan sekadar reset software.
Jumlah pesawat kategori ini telah diturunkan dari perkiraan awal sebanyak 1.000 unit.
Baca Juga: Penurunan Aktivitas Manufaktur Jepang Melambat pada November, PMI Menguat Tipis
Bayangan Krisis Boeing MAX
Para eksekutif industri mengatakan kegaduhan akhir pekan ini menyoroti perubahan pola penanganan krisis keselamatan pasca tragedi Boeing 737 MAX, ketika Boeing dikritik tajam atas penanganan kecelakaan fatal yang disebabkan kesalahan desain software.
Ini adalah pertama kalinya Airbus menghadapi sorotan keselamatan global dalam skala sebesar itu sejak krisis MAX.
CEO Airbus Guillaume Faury secara terbuka meminta maaf sebuah perubahan nada yang sangat jarang dilakukan di industri yang biasanya konservatif dalam hubungan publik dan kerap berurusan dengan gugatan.
Baca Juga: PMI Manufaktur Korea Selatan Kontraksi Lagi di November 2025
Boeing juga sebelumnya menyatakan akan lebih transparan.
“Apakah Airbus bertindak dengan mempertimbangkan krisis Boeing MAX? Sangat jelas. Semua perusahaan penerbangan memikirkannya,” kata Ronn Torossian, Chairman 5W Public Relations di New York.
“Boeing menanggung biaya reputasi karena dianggap ragu-ragu dan tidak transparan. Airbus ingin menunjukkan bahwa mereka siap mengatakan, ‘Kami bisa lebih baik.’ Pendekatan itu disukai regulator, pelanggan, dan publik yang terbang.”













