Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KYIV/WASHINGTON. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan ia siap bekerja secara “jujur” dengan Washington untuk mematangkan rencana mengakhiri perang, setelah berdiskusi dengan pejabat tinggi Angkatan Darat AS pada Kamis (20/11/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah penolakan sejumlah negara Eropa terhadap rencana yang dinilai memberikan konsesi terlalu besar kepada Rusia.
Menurut dokumen rencana yang didukung AS dan dilihat Reuters, Kyiv akan diminta menyerahkan seluruh wilayah Donbas serta memangkas ukuran militernya secara signifikan, syarat yang selama ini dipandang sekutu Ukraina sebagai bentuk menyerah.
Baca Juga: Bursa Korea Selatan Anjlok Lebih dari 3% Jumat (21/11) Pagi, Ada Apa?
Rencana tersebut mengatur bahwa Ukraina harus membatasi angkatan bersenjatanya hingga 600.000 personel, dengan imbalan “jaminan keamanan yang kuat”, meski tidak dijelaskan lebih lanjut.
Dokumen itu juga mencakup pengakuan de facto oleh AS bahwa Crimea, Luhansk, dan Donetsk merupakan bagian dari Rusia, serta penarikan pasukan Ukraina dari wilayah Donetsk yang masih mereka kuasai.
Seorang pejabat senior AS mengatakan rencana ini disusun setelah diskusi dengan Rustem Umerov, salah satu pejabat tertinggi di kantor Zelenskiy, yang disebut telah menyetujui sebagian besar isi rencana tersebut setelah beberapa revisi dan kemudian menyerahkannya kepada Zelenskiy.
Kyiv Siap “Konstruktif”
Zelenskiy menyatakan bahwa Ukraina dan AS akan bekerja bersama menyempurnakan rencana 28 poin tersebut.
“Tim Ukraina dan AS akan bekerja pada poin-poin rencana untuk mengakhiri perang,” tulis Zelenskiy di Telegram.
“Kami siap bekerja secara konstruktif, jujur, dan cepat.”
Baca Juga: Tarif 50% AS Tak Goyahkan India, Ini yang Jadi Senjata Rahasia New Delhi
Kantor presiden tidak mengomentari isi rencana secara spesifik, tetapi menyebut Zelenskiy telah menegaskan “prinsip fundamental yang penting bagi rakyat kami.”
Kyiv juga menyebut Zelenskiy akan segera mendiskusikan peluang diplomatik dengan Presiden Trump dalam beberapa hari ke depan.
Dalam rencana itu juga disebutkan bahwa Rusia, Ukraina, dan Eropa akan menandatangani perjanjian non-agresi.
NATO dilarang memperluas anggota atau menempatkan pasukan di Ukraina, sementara Rusia akan kembali diintegrasikan ke ekonomi global, termasuk pelonggaran sanksi secara bertahap.
Rusia juga akan diundang kembali ke G8, dan AS disebut akan menandatangani kesepakatan dengan Moskow mencakup sektor energi, sumber daya alam, infrastruktur, kecerdasan buatan, data center, dan penambangan mineral langka di Arktik.
Gedung Putih mengatakan Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan utusan khusus Steve Witkoff telah mengerjakan rencana ini selama sekitar satu bulan dan Trump mendukungnya.
Baca Juga: Jepang Isyaratkan Peluang Intervensi Valas, Yen Menguat
Eropa: Perdamaian Tidak Boleh Berarti Kapitulasi
Menteri luar negeri Uni Eropa yang bertemu di Brussels tidak mengomentari detail rencana tersebut, tetapi menegaskan bahwa perdamaian tidak boleh didasarkan pada penyerahan sepihak.
“Ukraina menginginkan perdamaian, perdamaian yang adil yang menghormati kedaulatan, dan perdamaian yang tahan lama,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.
“Namun perdamaian bukanlah kapitulasi.”
Sumber-sumber Reuters mengatakan rencana ini lahir dari komunikasi jalur belakang antara Witkoff dan Kirill Dmitriev, utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin.
Rubio menegaskan AS akan terus menyusun daftar ide untuk mengakhiri perang berdasarkan masukan kedua pihak, dan bahwa kesepakatan akan membutuhkan konsesi dari Kyiv dan Moskow.
Kolonel Dave Butler, juru bicara Angkatan Darat AS, mengatakan Zelenskiy sepakat untuk bergerak cepat menuju kesepakatan dan penandatanganan rencana tersebut.
Baca Juga: Pejabat The Fed Paulson: Keputusan Suku Bunga Desember Perlu Ekstra Hati-Hati
Rusia Meremehkan Inisiatif Baru AS
Kremlin menepis perkembangan ini. Juru bicara Dmitry Peskov mengatakan belum ada “konsultasi” formal dan hanya terdapat kontak biasa.
Ia menegaskan posisi Rusia tetap mengikuti garis besar yang disampaikan Putin saat bertemu Trump pada Agustus.
Sementara itu, Rusia mengklaim telah menguasai kota Kupiansk, yang dianggap penting dalam upaya mereka mendorong serangan ke arah barat.
Namun militer Ukraina membantah klaim tersebut, begitu pula klaim Rusia bahwa mereka telah menguasai 70% kota Pokrovsk.
Reuters tidak dapat memverifikasi klaim kedua pihak, meski video yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia menunjukkan tentara mereka bergerak bebas di bagian selatan Pokrovsk yang rusak parah.













