kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Resesi Seks Melanda Jepang dan Korea, Apa Penyebabnya?


Selasa, 29 November 2022 / 05:07 WIB
Resesi Seks Melanda Jepang dan Korea, Apa Penyebabnya?
ILUSTRASI. Resesi seks melanda Jepang dan Korea Selatan seiring adanya perubahan gaya hidup. REUTERS/Kim Kyung-Hoon


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Kisah serupa juga terjadi di Korea Selatan, yang memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia dan populasi yang menua dengan cepat. 

Penyebabnya adalah munculnya kekhawatiran tentang tekanan pada ekonomi dan sistem pensiun, yang mungkin akan habis dalam beberapa dekade mendatang.

Data The Guardian menunjukkan, populasi menyusut untuk pertama kalinya dalam catatan pada tahun 2021, dan diproyeksikan akan turun lebih jauh, dari saat ini 52 juta menjadi 38 juta, pada tahun 2070. Tingkat kesuburan negara tahun lalu adalah 0,81, terendah di dunia.

Pemerintah daerah telah melaksanakan program untuk mendorong masyarakat memiliki anak. Mereka diberi bantuan uang tunai, bantuan perawatan kesuburan, dukungan untuk biaya pengobatan, dan pinjaman.

Tapi Jung Chang-lyul, seorang profesor kesejahteraan sosial di Universitas Dankook, mengatakan insentif tunai "sama sekali tidak berguna".

“Sementara masalah angka kelahiran yang rendah mungkin tampak penting di permukaan, masalah sebenarnya adalah tidak ada yang bertanggung jawab,” kata Jung, merujuk pada tingginya biaya membesarkan anak dan harga real estat – paling tidak di Seoul, di mana rata-rata harga apartemen di telah naik dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: PBB: Negara Ini akan Salip China sebagai Negara Terpadat di Dunia pada 2023

“Dalam masyarakat di mana anak-anak mulai menerima pendidikan swasta sejak usia dua atau tiga tahun, dan prestasi atau upah mereka ditentukan oleh kekayaan orang tua mereka dan biaya pendidikan swasta mereka, mereka yang tidak mampu secara finansial berpikir bahwa melahirkan anak seorang anak seperti melakukan dosa,” paparnya. 

Choi Jung-hee, seorang pekerja kantoran yang baru menikah, tidak memiliki rencana untuk memiliki anak. 

"Hidupku dan suamiku yang utama," katanya. “Kami menginginkan kehidupan yang menyenangkan bersama, dan sementara orang mengatakan memiliki anak dapat memberi kami kebahagiaan, itu juga berarti harus banyak menyerah.”



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×