Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - KYIV. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menegaskan bahwa ia mengandalkan persatuan di dalam negeri dan di Eropa, serta mengharapkan pendekatan pragmatis dari Washington.
Pernyataan ini disampaikannya setelah Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyebutnya sebagai seorang diktator.
Dalam pernyataannya pada hari Rabu, Trump mengatakan bahwa Zelenskiy adalah "diktator tanpa pemilihan umum" yang harus segera mengambil langkah untuk mencapai perdamaian atau berisiko kehilangan negaranya.
Baca Juga: Trump Sebut Zelinsky Diktator, Peringatkan untuk Gerak Cepat atau Kehilangan Ukraina
Pernyataan ini merupakan bentuk retorika yang belum pernah terjadi sebelumnya dari seorang pemimpin AS, mengingat peran Washington sebagai sekutu utama Ukraina sejak invasi besar-besaran Rusia tiga tahun lalu.
Trump mendesak tercapainya kesepakatan cepat untuk mengakhiri perang di Ukraina. Namun, kebijakannya yang tidak melibatkan sekutu-sekutu Eropa maupun Ukraina dalam pembicaraan awal dengan Rusia, serta pernyataannya yang menyalahkan Ukraina atas invasi Rusia pada Februari 2022, telah menimbulkan kekhawatiran di antara para pemimpin Eropa.
Sebagai respons, para pemimpin Eropa berjanji meningkatkan anggaran pertahanan, dan beberapa negara mempertimbangkan pembentukan pasukan penjaga perdamaian Eropa dengan dukungan AS untuk Ukraina.
Baca Juga: Trump Sebut Zelenskiy Diktator, Peringatkan Ukraina di Ambang Kehancuran
Kremlin menyatakan keprihatinannya terhadap rencana tersebut, sementara Zelenskiy menyambut baik usulan tersebut.
Seruan Persatuan dan Pragmatisme
Dalam pidato videonya kepada rakyat Ukraina pada Rabu malam, Zelenskiy menekankan pentingnya persatuan dan pendekatan pragmatis dari Amerika Serikat.
"Kami berdiri tegak di atas kaki kami sendiri. Saya mengandalkan persatuan rakyat Ukraina, keberanian kami, persatuan Eropa, dan pragmatisme Amerika," ujarnya. "Amerika membutuhkan keberhasilan sama seperti kami," tambahnya.
Zelenskiy juga mengumumkan bahwa ia akan bertemu dengan utusan AS untuk Rusia dan Ukraina, Keith Kellogg, pada hari Kamis. Ia menekankan pentingnya pertemuan itu serta kerja sama yang konstruktif dengan Washington.
Baca Juga: Trump Sebut Tidak Adil untuk AS Jika Musk Bangun Pabrik di India
Di sisi lain, Trump berupaya membangun kembali hubungan dengan Rusia dan menunjukkan minat terhadap sumber daya mineral Ukraina, yang berperan penting dalam transisi energi global. Ukraina menolak rencana awal AS karena tidak mencakup jaminan keamanan. Zelenskiy juga menuduh Trump menyebarkan disinformasi Rusia mengenai perang.
Sementara itu, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Mike Waltz, pada hari Kamis meminta Ukraina untuk menahan kritik terhadap AS dan menyetujui kesepakatan mineral.
"Mereka perlu meredamnya dan mencermati serta menandatangani kesepakatan itu," kata Waltz dalam wawancaranya dengan Fox News.
Baca Juga: Trump Sebut AS Mungkin Kehilangan Kesabaran dengan Kesepakatan Gencatan Senjata
Dua sumber yang mengetahui perkembangan ini mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintahan Trump mungkin akan mencoba mencapai kesepakatan mineral yang lebih sederhana sebelum merundingkan ketentuan yang lebih rinci.
Tanggapan Eropa pada Perubahan Kebijakan AS
Para pemimpin Eropa menghadapi tantangan dalam menanggapi perubahan kebijakan AS terhadap Rusia dan Ukraina.
"Perkembangan terkini dan pandangan yang berbeda dari Amerika Serikat menuntut kita untuk menghadapi realitas serta bertindak dengan sangat cepat," ujar Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, setelah pertemuan dengan para pemimpin Eropa dan Kanada pada hari Rabu.
Sementara itu, pasukan Rusia terus melancarkan serangan dan telah menghancurkan banyak kota, desa, serta infrastruktur penting di Ukraina. Rusia kini menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina dan mengklaim lebih banyak lagi.
Baca Juga: Donald Trump Sebut Warga Palestina Tak Punya Hak untuk Kembali ke Gaza
Pejabat Ukraina menegaskan bahwa gencatan senjata hanya akan memberi Rusia waktu untuk mempersiapkan serangan lebih lanjut. Namun, kepala intelijen militer Ukraina menyatakan pada hari Kamis bahwa gencatan senjata mungkin saja terjadi tahun ini, meskipun keberlanjutannya masih diragukan.
Saat tiba di Kyiv pada hari Rabu, Keith Kellogg menyatakan bahwa ia datang untuk mendengarkan. Zelenskiy pun mengadopsi nada yang lebih mendamaikan dalam pernyataannya.
"Bersama Amerika dan Eropa, perdamaian dapat lebih terjamin, dan ini adalah tujuan kita," ujarnya. "Keberhasilan menyatukan kita. Persatuan kita adalah perlindungan terkuat bagi masa depan kita—masa depan tanpa (Presiden Rusia Vladimir) Putin, tetapi dengan perdamaian."
Baca Juga: Donald Trump Sebut Bakal Terjadi Neraka Jika Tawanan di Gaza Tak Dibebaskan
Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, mengatakan bahwa ia telah berdiskusi dengan Kellogg mengenai cara mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Kritik terhadap Zelenskiy dan Situasi Politik Ukraina
Trump menuding Zelenskiy sebagai diktator dengan alasan bahwa Ukraina tidak menyelenggarakan pemilu akibat darurat militer yang diberlakukan sejak invasi Rusia pada 24 Februari 2022. Darurat militer ini memberikan kewenangan khusus kepada pemerintah untuk menangani situasi perang, termasuk larangan penyelenggaraan pemilu.
Zelenskiy terpilih sebagai presiden pada 2019 dengan masa jabatan yang seharusnya berakhir pada Mei tahun lalu. Namun, karena kondisi perang, pemilu tidak dapat dilaksanakan.
Pernyataan Trump memicu berbagai reaksi dari oposisi Ukraina. Mantan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko menyatakan bahwa Zelenskiy tetap merupakan pemimpin sah Ukraina hingga pemimpin baru terpilih. Ia juga menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu di masa perang tidak mungkin dan tidak bermoral, karena militer tidak dapat berpartisipasi.
"Hanya rakyat Ukraina yang berhak menentukan kapan dan dalam kondisi apa mereka harus mengganti pemerintahan mereka. Saat ini, kondisi tersebut belum terpenuhi!" tulisnya di Facebook.
Baca Juga: Trump Sebut Biden Bodoh Karena Izinkan Ukraina Pakai Senjata AS Serang Rusia
Valeriy Zaluzhnyi, mantan panglima militer Ukraina yang kini menjabat sebagai duta besar untuk London dan merupakan kandidat kuat dalam pemilu mendatang, menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah memenangkan perang melawan Rusia, bukan menyelenggarakan pemilu.
Sementara itu, Petro Poroshenko, mantan presiden yang hubungannya dengan Zelenskiy kurang harmonis, tidak secara terbuka menolak seruan Trump untuk pemilu. Sebelumnya, Poroshenko menentang pemilu di masa perang demi menjaga persatuan nasional. Namun, kali ini ia memilih untuk diam setelah pemerintah Ukraina menjatuhkan sanksi kepadanya pekan lalu, sesuatu yang ia anggap sebagai ancaman terhadap persatuan nasional.
Iryna Herashchenko, anggota parlemen dari partai Poroshenko, menyerukan pembentukan pemerintahan persatuan nasional serta meminta Zelenskiy untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai "penindasan politik terhadap pihak oposisi."
Baca Juga: Trump Sebut Klaim Dirinya Menyerahkan Kepresidenan kepada Musk sebagai 'Hoaks'
Serhii Prytula, seorang dermawan yang mendukung militer Ukraina dan dianggap sebagai calon presiden potensial, mengimbau rakyat Ukraina untuk tidak terlalu memikirkan pernyataan Trump.
"Ingatlah bahwa di Ukraina, hanya kita, rakyat Ukraina, yang menentukan siapa diktator dan siapa yang bukan," tulisnya di media sosial X.