Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan besar dunia ramai-ramai menghentikan iklannya di Facebook, Instagram dan Twitter. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap lantaran platform media sosial tersebut gagal mengatasi ujaran kebencian.
Unilever, Coca-Cola dan Honda pada Jumat lalu (26/6) telah mengumumkan akan menarik iklannya dari ketiga sosial media itu. Langkah tersebut menyusul pengumuman serupa yang dilakukan oleh raksasa telekomunikasi Verizon sehari sebelumnya.
Keputusaan memboikot boikot iklan di tiga platform sosial media itu merupakan bagian bagian dari kampanye Stop Hate for Profit. Kampanye ini dimulai oleh kelompok hak sipil US setelah kematian George Floyd yang menyerukan agar Facebook yang juga pemilik Instagram untuk melakukan lebih banyak upaya dalam menghentikan ujaran kebencian.
Unilever mengumumkan berhenti beriklan di platform-platform ini setidaknya hingga 31 Desember 2020. Produsen barang konsumsi yang punya anggaran iklan tahunan sebesar US$ 8 miliar itu mengatakan, penghentian dilakukan karena kondisi di AS saat ini sedang ramai diwarnai perpecahan atau polarisasi.
Baca Juga: Harta pendiri Facebook, Mark Zuckerberg hilang Rp 102 triliun, ada apa?
Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal sebelumnya, Luis Di Como, Executive Vice President of Global Media Unilever mengatakan, masih banyak yang perlu dilakukan untuk menghentikan hate speech di tengah polarisasi dan pemilihan umum di AS. CNN melaporkan, Unilever merupakan pengiklan terbesar ke-30 di Facebook dengan nilai US$ 42 juta pada tahun lalu. Angka ini merupakan estimasi Pathmatics.
Tak cuma Unilever, Procter & Gamble, salah satu perusahaan barang konsumsi yang juga pengiklan terbesar Facebook dikabarkan akan menarik iklan dari platform yang menyediakan tempat bagi konten penuh kebencian dan diskriminasi.
Pengumuman penarikan iklan yang dilakukan perusahaan besar langsung membuat saham saham Facebook dan Twitter terjun bebas. Mengutip Bloomberg, saham Facebook itu jatuh 8,3% pada Jumat (26/6). Akibatnya, Mark Zuckerberg harus kehilangan kekayanan sebesar US$ 7,2 miliar atau setara Rp 102 triliun (Kurs Rp 14.240). Sementara saham Twitter turun 7,40% ke US$ 29,05 per saham.
Dalam sepekan sejak sekelompok organisasi hak-hak sipil dan kelompok advokasi meminta pengiklan untuk menghentikan sementara belanja iklan di Facebook untuk bulan Juli, sudah lebih dari 100 perusahaan termasuk Hershey, Patagonia, REI, Lending Club dan The North Face mengumumkan niatnya untuk bergabung dalam kampanye itu. Tahun lalu, Facebook menghasilkan US$ 69,7 miliar pendapatan iklan secara global melalui jutaan pengiklannya.
Mengutip Bloomberg, Minggu (28/6), Chief Executive Officer Facebook, Mark Zuckerberg telah menanggapi kritik yang berkembang tentang Facebook pada Jumat lalu. Ia bilang, perusahaannya akan menandai semua postingan pengguna platform Faacebok dan Instragram yang berhubungan dengan pemungutan suara dengan tautan yang mendorong pengguna untuk melihat pusat informasi pemilih yang baru. Selain itu, ia juga berjanji akan memperluas definisi ujaran kebencian.
Banyak perusahaan hanya menghentikan iklannya di Facebook. Twitter sudah sedikit lebih maju dari Facebook dalam mengambil sikap menghadapi postingan ofensif. Baru-baru ini, perusahaan ini melakukan pemblokiran terhadap postingan Presiden Donald Trump yang dinilai mengandung ujaran kebencian.
Uni Honda Motor di AS mengatakan menghentikan iklan di Facebook dan Instagram pada bulan Juli. Sedangkan Coca-Cola akan menghentikan sementara iklan berbayar di semua media sosial selama setidaknya 30 hari. Aadapun Hershey bermaksud menghentikan belanja iklan di Facebook pada Juli.
Baca Juga: Mark Zuckerberg kehilangan Rp 102 triliun setelah pengiklan boikot Facebook
Juru bicara Facebook mengatakan dalam keterangan resminya bahwa perusahaan sudah menginvestasian miliaran dollar setiap tahun untuk menjaga komunitas aman serta terus bekerjasama dengan para ahli untuk meninjau dan memperbaharui kebijakan Facebook.
Facebook telah memiliki hubungan yang sulit dengan kelompok-kelompok hak sipil selama bertahun-tahun. Facebook dituduh terlibat dalam mempengaruhi pemilih dalam pesta demokrasi di berbagai negara.
Sementara Twitter belum menjadi target boikot iklan formal tetapi telah menghadapi kritik serupa dengan Facebook selama bertahun-tahun. Menanggapi boikot yang dilakukan Unilever, Sarah Personette, Wakil Presiden Twitter untuk solusi klien global mengatakan menghormati keputusan mitranya dan akan melakukan komunikasi secara interns.
Sarah memastikan Twitter akan jadi tempat di mana orang dapat membuat koneksi manusia, mencari dan menerima informasi yang kredibel, dan mengekspresikan diri secara bebas dan aman.
Baca Juga: Coca Cola stop beriklan di medsos seluruh dunia, ikuti jejak Unilever