Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Penggunaan rudal balistik yang diluncurkan dari udara oleh Israel dalam serangan terhadap Iran menarik perhatian negara-negara lain untuk mengadopsi senjata tersebut.
Sebelumnya, negara-negara besar lebih memilih rudal jelajah dan bom luncur, tetapi efektivitas rudal balistik udara dalam serangan Israel telah mengubah pandangan tersebut.
Pasukan Pertahanan Israel mengonfirmasi bahwa serangan pada 26 Oktober 2024 melumpuhkan fasilitas rudal dan pertahanan udara Iran dalam tiga gelombang serangan. Berdasarkan citra satelit, para peneliti menyebutkan bahwa target serangan termasuk bangunan yang terlibat dalam program nuklir Iran.
Baca Juga: Iran Luncurkan Rudal Balistik dan Drone Terbaru, Ini Kehebatannya
Teheran melindungi fasilitas tersebut dengan berbagai macam sistem antipesawat, ujar Justin Bronk, pakar teknologi dan kekuatan udara dari Royal United Services Institute di London.
Rudal jelajah, menurutnya, lebih mudah dilumpuhkan oleh sistem pertahanan udara yang padat dibandingkan rudal balistik. Namun, rudal balistik umumnya ditembakkan dari lokasi peluncuran yang tetap dan tidak dapat mengubah arah saat terbang.
Rudal balistik yang diluncurkan dari udara, seperti Rampage buatan Israel Aerospace Industries, memiliki kecepatan dan akurasi tinggi yang mengatasi kelemahan rudal balistik berbasis darat dan rudal jelajah.
"Keunggulan utama ALBM (Air-Launched Ballistic Missile) dibandingkan ALCM (Air-Launched Cruise Missile) adalah kecepatan menembus pertahanan," ujar Jeffrey Lewis, Direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di James Martin Centre for Nonproliferation Studies, California. "Kelemahannya, yaitu akurasi, tampaknya sudah teratasi."
Baca Juga: Korea Utara Meluncurkan Rudal Balistik ke Arah Laut Jepang, Meledak di Udara
Rudal balistik berbasis darat, seperti yang digunakan Iran untuk menyerang Israel dua kali tahun ini serta digunakan dalam konflik antara Rusia dan Ukraina, sudah umum ditemukan di berbagai negara. Begitu juga dengan rudal jelajah.
Keuntungan ALBM adalah peluncurannya yang fleksibel karena dibawa oleh pesawat, sehingga dapat diluncurkan dari berbagai arah, kata Uzi Rubin, peneliti senior di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem.
Hal ini membuat perencanaan serangan lebih mudah dan menyulitkan sistem pertahanan musuh. Namun, ALBM tidak sepenuhnya kebal terhadap pertahanan udara. Di Ukraina, rudal Patriot PAC-3 dari Lockheed Martin telah berhasil mencegat rudal Khinzhal Rusia.
Selama Perang Dingin, berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, telah bereksperimen dengan ALBM. Saat ini, hanya Israel, Rusia, dan China yang diketahui memiliki senjata ini.
Baca Juga: Iran Tembak 200 Rudal ke Israel dalam Serangan Besar, Janji Bakal Kirim Lebih Banyak
Meskipun Amerika Serikat telah menguji ALBM hipersonik AGM-183 buatan Lockheed Martin, pengembangan senjata ini tidak mendapatkan pendanaan untuk tahun fiskal 2025. Washington lebih mengandalkan rudal jelajah dan senjata jarak jauh lainnya.
Selain itu, Raytheon mengembangkan SM-6, rudal pertahanan udara yang juga diuji untuk misi udara-ke-udara dan permukaan-ke-permukaan. Meskipun diuji sebagai senjata antikapal yang diluncurkan dari udara, SM-6 secara publik tidak dimaksudkan untuk serangan udara-ke-darat.
Banyak negara dengan kemampuan senjata presisi sebenarnya memiliki potensi untuk mengembangkan ALBM, ujar seorang eksekutif industri pertahanan yang tidak disebutkan namanya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Lebih dari US$1 Jumat (1/11), Iran Bersiap Serang Israel
Menurutnya, ALBM merupakan kombinasi cerdas dari teknologi pemandu, hulu ledak, dan motor roket yang ada, sehingga memungkinkan pengembangan senjata baru yang efektif dengan biaya yang relatif terjangkau.