Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
Koalisi Muslim Sunni yang didukung Barat melakukan intervensi di Yaman pada Maret 2015 melawan kelompok Houthi yang beraliansi dengan Iran-Yaman, setelah Houthi menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional di Sanaa pada akhir 2014.
Perjanjian gencatan senjata dan pemindahan pasukan Hodeidah dicapai tahun lalu pada pembicaraan damai di Swedia, sebagai langkah membangun kepercayaan untuk membuka jalan bagi pembicaraan untuk mengakhiri perang. Tapi, terhenti selama berbulan-bulan sebelum penarikan Houthi dari tiga pelabuhan di Laut Merah.
Malki menambahkan, Houthi menggunakan Hodeidah untuk "meluncurkan rudal balistik, pesawat tak berawak, kapal yang dikendalikan dari jarak jauh, serta penyebaran ranjau laut tanpa pandang bulu".
Baca Juga: U.S. building coalition after Saudi oil attack, Iran warns against war
Koalisi telah meminta warga sipil untuk menjauh dari lokasi yang jadi target dan menegaskan, operasi militer dilakukan dengan cara yang mengikuti hukum humaniter internasional dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
“Kami telah melupakan serangan dan ketakutan dan tidur selama berbulan-bulan dengan damai. Tapi, malam ini suara ledakan dan pesawat menakut-nakuti kami saat mereka terus terbang melintasi langit kota," kata Mohammed Abdullah, penduduk Hodeidah, kepada Reuters.
Pada Kamis (19/9) malam, koalisi menyebutkan, pihaknya telah mencegat dan menghancurkan kapal bermuatan bahan peledak yang diluncurkan dari Yaman oleh kelompok Houthi.
Houthi, yang telah mengancam untuk memperluas serangan ke Arab Saudi, pada masa lalu menargetkan kapal-kapal yang melintasi perairan Yaman. Persisinya, yang terletak di sisi Selat Bab al-Mandeb, mulut Selatan Laut Merah, salah satu rute kapal tanker minyak paling vital di dunia.