Sumber: Bloomberg | Editor: Ruisa Khoiriyah
SHANG HAI. Para pengembang real estate di China mendapat kabar buruk. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's memangkas outlook mereka dari "stable" menjadi "negative". Bahkan, perusahaan-perusahaan properti Negeri Tembok Raksasa tersebut juga menghadapi kemungkinan penurunan peringkat tahun depan.
Penjualan properti di China saat ini mulai melambat seiring kebijakan pemerintah China yang kian galak. S&P menilai, langkah pemerintah China bakal menggiring harga properti di Negeri Panda tersebut turun hingga 10% dalam 12 bulan ke depan. Real estate Hong Kong juga menghadapi risiko koreksi yang tajam.
"Kami belum melihat kabar yang menggembirakan sejauh ini," ujar Bei Fu, analis S&P, dalam conference call, hari ini. Fu menambahkan, stok dan tekanan penjualan meningkat, kebijakan pemerintah secara gradual mulai menunjukkan efek, transaksi pun lesu. "Banyak korporat yang menerbitkan surat utang untuk menambah likuiditas, namun ini memberikan tekanan," jelasnya.
Bank sentral China, The People's Bank of China, sudah menaikkan rasio giro wajib minimum untuk kesembilan kalinya sejak Oktober. Pemerintah China menuturkan, langkah ini bisa meredam kencangnya penjualan properti. Sebelumnya, pemerintah China juga sudah mengeluarkan kebijakan kenaikan uang muka minimal bagi pembelian rumah kedua, dan mewacanakan pajak properti residen di Shanghai dan Choongqing.
Pemangkasan harga di antara para pengembang bakal mengganggu likuiditas. Hal ini juga semakin menggiring terjadinya perang harga, jelas Fu. S&P menegaskan, bakal memonitor kinerja para pengembang China dan bisa menurunkan peringkat mereka jika kinerja mereka jatuh di bawah ekspektasi dua-tiga bulan ke depan.
Beberapa pengembang besar di China di antaranya adalah China Resources Land Ltd, China Overseas Land & Investment Ltd, Franshion Properties China Ltd. Ketiganya merupakan perusahaan properti milik pemerintah China dan memiliki rating tertinggi. Satu lagi adalah Greentown China Holdings Ltd yang memiliki rating terendah.