Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Starbucks, jaringan kedai kopi terbesar di dunia, tengah menghadapi penurunan penjualan terbesar sejak masa penutupan akibat pandemi.
Mengutip standard.co.uk, hasil keuangan awal yang dirilis lebih awal dari jadwal, mengungkapkan penurunan penjualan sebesar 7% pada kuartal keempat dibandingkan dengan tahun 2023.
Situasi ini memaksa CEO baru, Brian Niccol, untuk berkomitmen melakukan perubahan fundamental demi membalikkan situasi yang genting ini.
Penurunan Penjualan di Tengah Krisis Biaya Hidup
Di tengah krisis biaya hidup global, pelanggan Starbucks mulai mempertanyakan apakah secangkir latte atau cappuccino harian masih terjangkau. Antrian panjang, penurunan standar layanan, dan harga yang semakin mahal menjadi beberapa alasan utama di balik penurunan ini.
Baca Juga: CEO Baru Ingin Jadikan Starbucks Kembali Sebagai Kedai Kopi Lagi
Di Inggris, Starbucks memiliki sekitar 1.200 gerai, dan penurunan kepercayaan pelanggan turut berkontribusi pada penurunan penjualan di pasar utama lainnya.
Pendapatan di pasar utama Amerika Serikat turun 6%, dengan transaksi yang merosot hingga 10%. Situasi di Tiongkok bahkan lebih buruk, dengan penurunan penjualan sebesar 14%, yang menurut perusahaan dipicu oleh persaingan yang semakin ketat dan lingkungan ekonomi makro yang lesu, yang berdampak negatif pada pengeluaran konsumen.
Dampak Terhadap Keuangan Perusahaan
Secara keseluruhan, pendapatan bersih Starbucks turun 3% menjadi US$9,1 miliar pada tiga bulan hingga September, dengan laba yang merosot sebesar 25%. Akibatnya, saham Starbucks turun 4% setelah pengumuman ini.
Penurunan lalu lintas pelanggan, terutama di pasar utama, menjadi tantangan besar bagi perusahaan meski telah meningkatkan investasi dalam berbagai aspek operasional.
Menurut Rachel Ruggeri, CFO Starbucks, meski upaya peningkatan efisiensi berjalan sesuai rencana, penurunan lalu lintas pelanggan memberikan tekanan yang signifikan baik pada pendapatan maupun laba perusahaan.
Baca Juga: CEO Starbucks Siapkan Posisi Chief Brand Officer Global, Apa Fungsinya?
Perubahan Strategi di Bawah Kepemimpinan Baru
Brian Niccol, yang baru saja menjabat bulan lalu, langsung mengambil langkah drastis dengan menangguhkan panduan pendapatan untuk tahun fiskal saat ini. Ini memberikan waktu bagi Niccol untuk menyusun rencana strategis baru guna memulihkan pertumbuhan perusahaan.
Dalam sebuah video yang dirilis, Niccol menyatakan bahwa sudah jelas Starbucks perlu mengubah strateginya secara mendasar.
Niccol menyoroti bahwa perusahaan akan kembali fokus pada semua pelanggan, tidak hanya anggota program loyalitas.
Salah satu langkah utama adalah menyederhanakan menu yang dinilai terlalu kompleks, meninjau ulang penetapan harga, serta memastikan bahwa semua minuman disajikan langsung ke tangan pelanggan, masalah yang telah lama menjadi keluhan baik dari pelanggan maupun barista.
Ia juga menegaskan bahwa Starbucks akan kembali pada esensi yang membedakannya: menjadi kedai kopi yang ramah, tempat berkumpul, dan menyajikan kopi terbaik yang diracik oleh barista terampil.
Baca Juga: Pendapatan Starbucks Turun, CEO Baru Kembali pada Strategi Lama
Pergantian Kepemimpinan dan Tantangan Baru
Sebelum memimpin Starbucks, Niccol dikenal karena berhasil memulihkan Chipotle Mexican Grill selama enam tahun. Namun, ia menghadapi kritik terkait keputusannya untuk melakukan perjalanan harian sejauh hampir 1.000 mil dari rumahnya di Newport Beach, California, ke kantor pusat Starbucks di Seattle menggunakan jet perusahaan.
Keputusan mengganti Laxman Narasimhan, CEO sebelumnya, dan mempekerjakan Niccol menunjukkan betapa pentingnya pemulihan cepat bagi Starbucks di tengah situasi yang sulit ini.