Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Studi dari Kanada yang menganalisis data lebih dari 200.000 kasus COVID-19 menunjukkan peningkatan virulensi atau keganasan varian Delta, mengacu laporan WHO.
Menurut studi itu, di antara kasus COVID-19, risiko rawat inap, masuk ICU, dan kematian terkait dengan varian Delta dibanding bukan variant of concern (non-VOC) masing-masing meningkat 120%, 287%, dan 137%.
Hasil studi tersebut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ungkap dalam Pembaruan Epidemiologi Mingguan COVID-19 yang terbit Selasa (20/7).
Peningkatan keparahan penyakit juga teridentifikasi untuk varian VoC lainnya, yakni Alpha, Beta, dan Gamma, dibanding dengan non-VOC: 59% untuk rawat inap, 105% untuk masuk ICU, dan 61% untuk kematian.
Baca Juga: Duh, Indonesia nomor 1 negara dengan kasus mingguan COVID-19 tertinggi di dunia
Selain itu, WHO menyebutkan, interval waktu dari paparan ke hasil tes polymerase chain reaction (PCR) positif pertama untuk virus corona varian Delta lebih pendek dibanding non-VoC.
Pernyataan WHO itu mengacu sebuah studi baru-baru ini dari Cina. Interval waktu dari paparan ke hasil PCR positif pertama untuk varian Delta adalah 3-5 hari. Sementara non-VoC 5-8 hari.
Bahkan, menurut WHO, viral load dari hasil PCR positif pertama memperlihatkan, infeksi varian Delta lebih dari 1200 kali, lebih tinggi dari non-VoC.
"Ini menunjukkan, VoC ini (varian Delta) mungkin bisa bereplikasi lebih cepat dan lebih menular selama tahap awal infeksi," kata WHO.
Baca Juga: Kenali, ini gejala umum dan kurang umum virus corona varian Delta