Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Operator PLTN Fukushima Daiichi, Tokyo Electric Power Company Holdings Inc. (TEPCO), pada hari Kamis (8/2) meminta maaf kepada pemerintah setempat atas kebocoran air radioaktif dari sebuah bangunan di lokasi tersebut.
Melansir Kyodo, TEPCO mengatakan ada sekitar 5,5 ton air yang bocor dari stop kontak yang terhubung ke perangkat untuk mengolah air yang terkontaminasi.
Semua air tersebut terakumulasi di kompleks yang mengalami krisis bahan bakar reaktor setelah bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2011.
TEPCO mengatakan, insiden terbaru ini tidak berdampak pada lingkungan di luar pabrik.
Baca Juga: Sikap Anti-Jepang di China Menguat Pasca Pembuangan Limbah PLTN Fukushima ke Laut
"Kami membuat masyarakat di Prefektur Fukushima dan sebagian besar masyarakat menjadi cemas," kata Tatsuya Taminami, kepala TEPCO, dalam permintaan maafnya kepada pemerintah Prefektur Fukushima.
Kebocoran tersebut pertama kali diketahui pada Rabu (7/2) pagi dan terjadi saat perusahaan sedang mencuci alat pengolahan air yang terletak di dalam gedung insinerator.
Air seberat 5,5 ton, diperkirakan mengandung 22 miliar becquerel zat radioaktif, diyakini telah meresap sebagian ke dalam tanah. TEPCO berencana untuk menghilangkan tanah yang berpotensi terkena dampak.
Pihak Prefektur Fukushima meminta TEPCO segera mengambil langkah-langkah untuk mencegah kebocoran serupa terjadi lagi.
Baca Juga: PM Jepang Santap Seafood Fukushima, Tepis Kekhawatiran Atas Limbah Nuklir
Jepang memastikan bahwa pelepasan air limbah PLTN telah aman. Mereka juga memastikan bahwa Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga telah menyimpulkan bahwa dampak yang akan ditimbulkan terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan.
PLTN Fukushima Daiichi hancur pada Maret 2011 akibat gempa bumi berkekuatan 9,0 SR yang menimbulkan gelombang tsunami dahsyat yang menyebabkan kehancuran di tiga reaktor.
Tangki air yang dipasang di kompleks Fukushima kini menampung sekitar 1,34 juta ton air olahan, sudah mendekati kapasitas maksimalnya dan diperkirakan akan mencapai batasnya pada awal tahun 2024.
Pembuangan pertama dilakukan pada bulan Oktober 2023. Sebanyak 7.800 meter kubik air limbah dialirkan ke laut selama sekitar 17 hari.