kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

The Fed dan data ekonomi AS jadi penentu arah pasar saham dan mata uang global


Senin, 01 November 2021 / 17:31 WIB
The Fed dan data ekonomi AS jadi penentu arah pasar saham dan mata uang global
ILUSTRASI. Bursa Amerika. REUTERS/Brendan McDermid


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Arah pergerakan saham dan mata uang global akan mengacu dua indikator ekonomi dari Amerika Serikat dalam waktu dekat.  Investor menunggu hasil kebijakan moneter Federal Reserve di minggu ini.

Selain itu, data pemulihan ekonomi AS dengan laporan pekerjaan bulanan Departemen Tenaga Kerja akhir pekan ini juga jadi pertimbangan. Pertemuan November Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan berlangsung dari Selasa hingga Rabu, mengutip Yahoo Finance, Senin (1/11).

Bank Sentral AS hanya memiliki dua kesempatan di November ini dan Desember mendatang untuk mengumumkan pelonggaran kebijakan fiskalnya saat pandemi Covid-19. Selama satu setengah tahun terakhir, The Fed telah membeli sekuritas dan treasury AS senilai US$ 120 miliar per bulan. 

Gubernur The Fed  Jerome Powell menyarankan bank sentral cenderung mengumumkan tapering akan dilakukan sebelum akhir tahun. Aksi ini akan berlanjut secara bertahap dan selesai sekitar pertengahan 2022.

"Pertemuan FOMC ini penting, pertama pengumuman tapering. Kedua, panduan tentang apa arti tapering untuk jalur kenaikan suku bunga. Ketiga, perubahan pandangan seputar risiko inflasi berdasarkan data terbaru," ujar ekonom Bank of Ekonom Amerika Michelle Meyer.

Baca Juga: Hindari Risiko Default, Yango Mengajukan Exchange Offer untuk Obligasi Dolar

Kebijakan tapering akan bergantung pada prospek pasar tenaga kerja dan inflasi serta penilaian pasar tenaga kerja. 

Dia mencatat bahwa Powell juga dapat menggunakan konferensi pers untuk menegaskan kembali bahwa akhir tapering tidak selalu menunjukkan dimulainya kenaikan suku bunga, dan bahwa kedua tindakan kebijakan tersebut berbeda. 

Powell melihat pelaku pasar telah mengantisipasi aksi tapering ini. Namun spekulasi tentang kapan Fed akan mengambil langkah pada suku bunga telah menjadi hal yang menarik bagi investor. 

Investor dan ekonom telah mempertimbangkan apakah Fed mungkin perlu bertindak lebih cepat daripada yang sebelumnya dikirim melalui telegram untuk menyesuaikan suku bunga untuk mencegah inflasi, yang telah terbukti lebih tahan lama daripada yang disarankan beberapa orang. 

Pada bulan September, pengeluaran konsumsi pribadi inti naik 3,6% dari tahun lalu untuk bulan keempat berturut-turut, masuk pada klip tercepat sejak 1991. Data ini akan menjadi ukuran inflasi bagi The Fed merumuskan bauran kebijakan fiskalnya. 

Awal Oktober, Powell mengakui krisis rantai pasok telah mendorong kenaikan harga terbaru. Ia memprediksi ini akan berlangsung lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Kemungkinan besar hal ini akan berlangsung hingga tahun depan.

Terkait kebijakan suku bunga pada 2022, The Fed pecah suara pada pertemuan September lalu. Sembilan anggota tidak melihat kenaikan suku bunga pada akhir tahun depan. Sedangkan sembilan anggota lainnya melihat setidaknya diperlukan satu kali kenaikan. 

"Saya pikir The Fed telah memutuskan dengan cukup baik untuk memulai taper dengan cukup cepat. Kami berharap mereka mengumumkannya minggu depan dan kemudian memulainya segera setelahnya, jadi itu cukup bagus," Kathy Jones, kepala strategi pendapatan tetap Charles Schwab, kepada Yahoo Finance Live pekan lalu. 

Ia menyebut para ekonom dan investor berekspektasi akan ada dua kali kenaikan suku bunga pada 2022 dan 2023. Ia menyatakan langkah bank sentral cukup agresif bila sesuai dengan harapan pasar tersebut.

Baca Juga: Ketegangan AS-China dan tekanan inflasi bikin mayoritas bursa Asia melemah

Selain kebijakan The Fed, data laporan pekerjaan Oktober yang dirilis pada Jumat mendatang juga menjadi perhatian serius. Ekonom memprediksi data akan lebih baik dibandingkan September, ketika hanya 194.000 non-farm payrolls kembali, dari 1 juta proyeksi. 

Selama dua bulan terakhir, kenaikan gaji rata-rata hanya 280.000. Tingkat pengangguran diperkirakan akan mengambil langkah kecil menuju tingkat pra-pandemi pada bulan Oktober. 

Ekonom memproyeksi pengangguran diantisipasi turun menjadi 4,7% dari 4,8% bulan sebelumnya. 

Namun, pasar tenaga kerja masih gagal memenuhi kondisi pra-pandemi di sejumlah bidang. Tingkat pengangguran belum kembali ke level terendah 50 tahun di 3,5% dari Februari 2020. 

Dan pada September, angkatan kerja sipil masih turun sekitar 3,1 juta orang dari tingkat sebelum virus. Salah satu faktor yang membebani pasar tenaga kerja pada bulan Agustus dan September adalah varian Delta, yang mungkin menghalangi beberapa pekerja untuk mencari pekerjaan.

Selanjutnya: Menciptakan Ekosistem Keuangan Berkelanjutan di Pasar Modal Indonesia




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×