Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Komite juga menyoroti meningkatnya risiko terhadap pasar tenaga kerja, dengan menyatakan bahwa “risiko penurunan lapangan kerja meningkat dalam beberapa bulan terakhir.”
Bahkan sebelum penangguhan data, tanda-tanda perlambatan perekrutan sudah terlihat, meski angka pemutusan hubungan kerja masih terkendali. Di sisi lain, inflasi masih jauh di atas target 2% per tahun.
CPI terakhir menunjukkan inflasi tahunan di 3%, didorong kenaikan harga energi serta barang-barang yang terdampak tarif impor era Trump.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga, Powell Isyaratkan Bisa Jadi yang Terakhir di 2025
Selain menurunkan suku bunga, The Fed juga mengakhiri program QT yang telah memangkas sekitar USD 2,3 triliun dari portofolio obligasi pemerintah dan sekuritas berbasis hipotek. Ke depan, hasil jatuh tempo dari aset tersebut akan dialihkan ke surat berharga berjangka pendek.
Langkah ini sejalan dengan ekspektasi pasar bahwa The Fed akan mengakhiri QT paling lambat akhir tahun. Sejak pandemi COVID-19, neraca The Fed sempat membengkak dari sekitar US$ 4 triliun menjadi hampir US$ 9 triliun.
Powell sebelumnya menyatakan, meski perlu dilakukan pengetatan, The Fed tidak berencana mengembalikan neraca ke level pra-pandemi.
Analis Evercore ISI, Krishna Guha, bahkan memperkirakan The Fed bisa kembali membeli aset pada awal 2026 untuk mendukung pertumbuhan organik apabila kondisi pasar berubah.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini, Kamis (30/10)
Meskipun kebijakan pelonggaran di tengah ekonomi yang masih tumbuh jarang dilakukan, sejarah menunjukkan pasar saham cenderung menguat saat The Fed memangkas suku bunga dalam situasi seperti ini.
Namun, Powell tetap menghadapi dilema klasik: menjaga pertumbuhan tanpa kembali memicu inflasi yang lebih tinggi.













