Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Keluarga sejumlah korban dari dua kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX yang menewaskan 346 orang mengajukan banding ke pengadilan federal AS pada Kamis (13/11/2025).
Mereka meminta agar keputusan hakim yang menerima permintaan Departemen Kehakiman (DOJ) untuk menghentikan kasus pidana terhadap Boeing dibatalkan.
Hakim Reed O’Connor dari Pengadilan Distrik AS di Fort Worth, Texas, pekan lalu menyetujui permintaan DOJ di bawah pemerintahan Trump untuk menggugurkan perkara tersebut.
Baca Juga: Vonis Pertama Kasus 737 MAX: Boeing Dihukum Bayar Ganti Rugi Rp 570 Miliar
Meski begitu, ia mengkritik keras keputusan pemerintah yang berbalik arah setelah sebelumnya menuntut Boeing di era pemerintahan Biden dan bahkan telah memperoleh pengakuan bersalah dari perusahaan.
O’Connor mengatakan tidak sepakat bahwa penghentian kasus tersebut sesuai dengan kepentingan publik.
Keluarga korban kini meminta Pengadilan Banding Sirkuit ke-5 untuk membatalkan keputusan tersebut.
Mereka menilai DOJ telah melanggar hak-hak mereka sebagai korban kejahatan ketika merundingkan kesepakatan penundaan penuntutan (deferred prosecution agreement) dengan Boeing terkait tuduhan penipuan atas pernyataan palsu kepada Otoritas Penerbangan Federal (FAA).
Baca Juga: Boeing Dapat Lampu Hijau untuk Tahap Selanjutnya Uji Sertifikasi 777X
“Kami percaya bahwa pengadilan tidak harus berdiam diri saat terjadi ketidakadilan,” kata Paul Cassell, pengacara keluarga korban. “Tuduhan terhadap Boeing tidak bisa begitu saja dicabut.”
Boeing belum memberikan komentar atas banding tersebut. DOJ minggu lalu membela keputusannya dan menyebut kesepakatan itu sebagai “hasil yang paling adil”.
Pada 2023, O’Connor pernah menyebut tindakan Boeing sebagai “kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat”.
Ia menegaskan bahwa meski tidak sepakat, ia tidak memiliki wewenang untuk menolak keputusan pemerintah membuat kesepakatan dengan Boeing, meskipun kesepakatan tersebut dianggap tidak memberikan akuntabilitas yang memadai untuk menjamin keselamatan publik.
Baca Juga: Putusan Kontroversial: Boeing Bebas dari Kasus Kecelakaan 737 MAX
Boeing sebelumnya setuju mengaku bersalah atas tuduhan konspirasi penipuan pidana terkait dua kecelakaan fatal di Indonesia (2018) dan Ethiopia (2019).
Namun setelah Presiden Donald Trump kembali menjabat, DOJ mengubah sikap dan mencabut tuntutan pengakuan bersalah pada Mei.
Dalam kesepakatan terbaru, Boeing sepakat membayar tambahan US$444,5 juta ke dana kompensasi korban dibagi rata per korban di luar denda baru sebesar US$243,6 juta serta lebih dari US$455 juta untuk memperkuat sistem kepatuhan, keselamatan, dan kualitas perusahaan.
Pada September, FAA juga mengusulkan denda US$3,1 juta atas berbagai pelanggaran keselamatan, termasuk terkait insiden darurat di udara pada pesawat Alaska Airlines 737 MAX 9 pada Januari 2024, serta tuduhan mengganggu independensi pejabat keselamatan.
Baca Juga: Bursa Global Rontok Jumat (14/11), Harapan Pemangkasan Suku Bunga The Fed Kian Tipis
Di luar kasus pidana, juri di Chicago pada Rabu memerintahkan Boeing membayar lebih dari US$28 juta kepada keluarga Shikha Garg, pekerja lingkungan PBB yang tewas dalam kecelakaan di Ethiopia.
Berdasarkan kesepakatan, keluarga tersebut akan menerima US$35,85 juta nilai putusan beserta bunga 26% dan Boeing tidak akan mengajukan banding.













