Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi baru terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, untuk menekan Moskow agar bersedia berunding mencapai perdamaian di Ukraina.
Langkah ini diumumkan sehari setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan rencana pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Budapest ditunda tanpa batas waktu.
“Setiap kali saya berbicara dengan Vladimir, pembicaraannya baik, tapi tak pernah menghasilkan apa pun,” ujar Trump.
Meski dampak ekonomi bagi Rusia diperkirakan tidak besar, sanksi ini menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Gedung Putih di bawah Trump. Sebelumnya, pemerintah AS enggan menjatuhkan sanksi baru sebelum negara-negara Eropa sepenuhnya berhenti membeli minyak Rusia.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Pasca AS Umumkan Sanksi untuk Produsen Minyak Terbesar Rusia
Trump sebenarnya telah berulang kali mengancam akan mengambil langkah keras terhadap Moskow, namun menahannya demi peluang menengahi perdamaian setelah perang yang berlangsung lebih dari tiga tahun.
Pemerintahannya berupaya menempatkan AS sebagai mediator netral, berbeda dari pendahulunya Joe Biden yang memberikan dukungan penuh kepada Ukraina.
Namun, Trump disebut semakin frustrasi dengan Kremlin yang tak menunjukkan kemajuan dalam negosiasi. Ia berharap sanksi ini dapat menjadi titik balik.
“Saya rasa waktunya sudah tiba. Kami sudah menunggu cukup lama,” kata Trump, menyebut paket sanksi tersebut “tremendous” dan berharap dapat segera dicabut jika Rusia menghentikan perang.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut langkah itu diperlukan karena Putin menolak mengakhiri perang yang tak masuk akal ini. Ia menegaskan Rosneft dan Lukoil telah mendanai mesin perang Kremlin.
Baca Juga: AS Berlakukan Sanksi Terhadap Perusahaan Minyak Rusia Risneft dan Lukoil
Menurut estimasi pemerintah Inggris, Rosneft menyumbang hampir setengah dari produksi minyak Rusia yang mencakup 6% dari pasokan global, sementara kedua perusahaan mengekspor sekitar 3,1 juta barel minyak per hari.
Pelanggan utama mereka antara lain China, India, dan Turki. Trump juga meminta negara-negara tersebut menghentikan pembelian minyak Rusia demi menekan ekonomi Moskow.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyambut baik langkah AS, menyebutnya sebagai sinyal positif dan menilai gencatan senjata mungkin tercapai jika tekanan internasional terhadap Rusia meningkat.
Zelensky sempat mengunjungi Gedung Putih pekan lalu untuk meminta rudal jarak jauh Tomahawk, namun permintaan itu ditolak. Trump menilai sistem tersebut terlalu kompleks dan memerlukan pelatihan selama setahun.
Rencana pertemuan Trump-Putin sendiri muncul setelah panggilan telepon mendadak dari Putin, namun kemudian dibatalkan usai pembicaraan antara Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menlu Rusia Sergei Lavrov. Trump menyebut dirinya tak ingin pertemuan yang sia-sia.
Baca Juga: AS Kenakan Sanksi Baru Jaringan 'Shadow Banking' Iran yang Cuci Miliaran Dolar
Sementara itu, pertempuran di Ukraina terus berlanjut. Serangan Rusia ke Kyiv pada Rabu malam menewaskan sedikitnya dua orang, sementara bombardemen sebelumnya menewaskan tujuh orang termasuk anak-anak.
Langkah AS ini menyusul keputusan Inggris pekan lalu yang juga menjatuhkan sanksi serupa terhadap Rosneft dan Lukoil. Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves menyatakan tidak ada tempat bagi minyak Rusia di pasar global.
Kedutaan Rusia di London menilai langkah tersebut akan mengganggu pasokan energi dunia dan memperburuk eskalasi.
Dari Eropa, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memuji paket sanksi baru Uni Eropa yang melarang impor gas alam cair Rusia mulai 2028.
“Ini adalah sinyal tegas dari kedua sisi Atlantik bahwa tekanan terhadap agresor akan terus berlanjut,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte yang berada di Gedung Putih saat pengumuman sanksi menyambut langkah tersebut.
Baca Juga: Inggris Sanksi Raksasa Minyak Rusia dan 44 Kapal Bayangan untuk Tekan Kremlin
Ia dijadwalkan membahas rencana 12 poin yang disusun negara-negara Eropa dan Kyiv, termasuk pembekuan garis depan, pemulangan anak-anak yang dideportasi, pertukaran tahanan, pembentukan dana pemulihan perang, serta jaminan keamanan bagi Ukraina menuju keanggotaan Uni Eropa.
Namun, kebuntuan masih terjadi karena Rusia menolak gencatan senjata di garis depan saat ini.
Kremlin menegaskan Ukraina harus menarik pasukannya dari wilayah Donbas timur yang masih dikuasainya, syarat yang hingga kini menjadi batu sandungan utama dalam upaya perdamaian.