Sumber: Daily Beast | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Miliarder Donald Trump menepis kekhawatiran puluhan juta pemilih Amerika Serikat dan bersikeras bahwa mereka sebenarnya tidak sedang menghadapi krisis biaya hidup.
Melansir Daily Beast, dalam wawancara dengan Laura Ingraham dari Fox News, presiden yang diperkirakan memiliki kekayaan bersih sekitar US$ 6,6 miliar itu mengatakan laporan tentang ekonomi yang melemah hanyalah “tipu muslihat” yang digembar-gemborkan oleh Partai Demokrat dan media.
Ia juga menolak hasil jajak pendapat yang menunjukkan keresahan finansial luas di kalangan warga, dengan menyebutnya sebagai hal yang “palsu.”
Dalam episode The Ingraham Angle pada Senin (10/11/2025), sang pembawa acara MAGA menanyakan kepada Trump apakah ada “persepsi negatif” pemilih terhadap ekonomi, atau perlu dilakukan upaya lebih lanjut untuk mengatasi masalah seperti kenaikan harga bahan pangan dan pengangguran.
“Lebih dari apa pun, itu adalah tipu daya dari Demokrat,” jawab Trump. “Mereka menyebarkan sesuatu seperti, ‘Hari ini harga naik.’ Lalu mereka berikan ke pembawa berita di ABC, CBS, NBC, dan CNN.
“Sistem ini sudah diatur. Jadi begini, harga sebenarnya turun jauh. Harga bensin sebentar lagi akan menyentuh US$ 2, atau sekitar itu. Sekarang bensin di US$ 2,70, dan dulu mencapai US$ 4,50 di masa Biden, si ‘Sleepy Joe’,” tambah Trump — meskipun data menunjukkan harga rata-rata nasional saat ini sedikit di atas US$ 3.
Baca Juga: Trump Ancam Gugat BBC, Dua Petinggi Mundur di Tengah Tuduhan Bias
Ingraham kemudian memotong untuk bertanya apakah para pemilih “salah menilai” perasaan mereka terhadap kondisi ekonomi. Trump tidak menjawab, melainkan beralih ke serangan terhadap kampanye wakil presiden sebelumnya, Kamala Harris, untuk Pilpres 2024.
Sejumlah survei terus menunjukkan bahwa warga AS semakin cemas terhadap kondisi ekonomi dan kecewa atas kegagalan Trump memenuhi janjinya di tahun 2024 untuk segera menurunkan harga pangan serta menekan inflasi.
Kebijakan tarif impor yang luas juga telah menambah beban biaya bagi konsumen AS — berdampak negatif terhadap tingkat kepuasan publik terhadap Trump dan melemahkan Partai Republik dalam pemilu pekan lalu.
Survei CBS/YouGov pada 3 November menunjukkan 64% warga AS memperkirakan harga akan terus naik dalam beberapa bulan mendatang, dan 62% tidak puas dengan kinerja Trump dalam mengelola ekonomi.
Di hari yang sama, jajak pendapat CNN/SSRS melaporkan 72% responden menggambarkan ekonomi AS sebagai “agak buruk” atau “sangat buruk,” dengan 61% mengatakan kebijakan Trump justru memperburuk kondisi.
Dalam bagian akhir wawancara — setelah Trump membela rencana hipotek 50 tahun dan menyerang Ketua The Fed Jerome Powell — Ingraham kembali bertanya mengapa banyak warga Amerika mengaku “cemas” terhadap ekonomi.
Tonton: Cuan Banyak dari Tarif Impor, Trump Bagi Duit Rp 33 Juta untuk Setiap Warga AS
“Saya tidak yakin mereka mengatakan itu. Saya pikir survei itu palsu,” jawab Trump. “Kita memiliki ekonomi terbaik yang pernah ada. Kita akan menerima lebih dari US$ 20 triliun masuk ke ekonomi kita. Dan itu sebagian besar karena pemilihan saya, tapi juga karena tarif impor,” tambahnya.
Mahkamah Agung AS saat ini tengah meninjau apakah Trump memberlakukan tarif tersebut secara ilegal dengan menggunakan undang-undang kekuasaan darurat. Jika pengadilan memutuskan melawannya, pemerintah AS bisa saja diwajibkan mengembalikan miliaran dolar hasil pungutan tarif tersebut.
Kesimpulan
Trump menolak data, survei, dan persepsi masyarakat tentang krisis biaya hidup, dan menggantinya dengan klaim bahwa ekonomi “baik-baik saja” dan bahwa semua kritik hanyalah manipulasi politik dari Partai Demokrat serta media arus utama. Namun, berbagai survei nasional menunjukkan kebalikannya: mayoritas warga AS menilai kondisi ekonomi memburuk dan tidak puas dengan kebijakan Trump, terutama soal inflasi dan tarif impor. Dengan kata lain, ada jurang besar antara persepsi Trump tentang kondisi ekonomi dan realitas yang dirasakan masyarakat.













