Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – KYIV/WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan pengiriman senjata tambahan ke Ukraina dan mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara yang membeli ekspor Rusia, kecuali Moskow bersedia menandatangani perjanjian damai.
Langkah ini menandai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Trump, setelah sebelumnya dinilai enggan memberikan dukungan langsung kepada Kyiv.
Namun, ancaman sanksi tersebut disertai masa tenggang 50 hari, yang disambut positif oleh investor di Rusia. Nilai tukar rubel pun menguat dan pasar saham Rusia mengalami kenaikan usai pengumuman.
Baca Juga: Trump Umumkan Bantuan Senjata untuk Ukraina, Beri Peringatan Keras kepada Rusia
Saat duduk bersama Sekjen NATO Mark Rutte di Gedung Putih, Trump menyatakan kekecewaannya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan mengumumkan bahwa miliaran dolar senjata AS akan dikirim ke Ukraina, dengan biaya ditanggung oleh negara-negara anggota NATO.
“Kami akan kirim senjata terbaik ke Ukraina, melalui NATO,” kata Trump pada Senin (14/7).
Senjata tersebut termasuk sistem rudal pertahanan udara Patriot yang sangat dibutuhkan Ukraina.
Trump menjelaskan bahwa pengiriman akan dimulai dalam hitungan hari.
“Beberapa negara akan menukar sistem Patriot mereka dan mengirimkan yang sudah mereka miliki ke Ukraina. Ini akan cepat sekali,” katanya, seraya menambahkan bahwa sebagian dari 17 sistem Patriot yang telah dipesan negara lain bisa segera dialihkan ke Kyiv.
Menurut Rutte, sejumlah negara seperti Jerman, Finlandia, Denmark, Swedia, Norwegia, Inggris, Belanda, dan Kanada, semuanya ingin ambil bagian dalam memperkuat kemampuan pertahanan Ukraina.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Jatuh Senin (14/7), Cermati Ultimatum Trump ke Rusia Soal Sanksi
Jika dilaksanakan, ancaman Trump untuk menerapkan sanksi sekunder terhadap pembeli minyak Rusia akan menjadi perubahan besar dalam pendekatan sanksi Barat.
Selama ini, negara-negara Barat telah memutus sebagian besar hubungan keuangan dengan Moskow, namun tetap menghindari langkah yang bisa mengganggu ekspor energi Rusia—yang tetap mengalir ke negara-negara seperti China dan India.
“Kami akan memberlakukan tarif sekunder. Jika dalam 50 hari tidak ada kesepakatan, tarifnya akan 100%,” tegas Trump.
Seorang pejabat Gedung Putih menyebut Trump merujuk pada tarif 100% terhadap produk Rusia dan sanksi sekunder terhadap negara-negara yang tetap membeli ekspor Rusia.
Sebuah RUU bipartisan di Senat AS yang memungkinkan penerapan tarif hingga 500% terhadap negara yang membantu Rusia saat ini telah didukung oleh 85 dari 100 senator, namun masih menunggu lampu hijau dari Trump untuk diajukan ke pemungutan suara.
Di Kyiv, warga menyambut baik langkah ini, meski tetap hati-hati. “Saya senang akhirnya politisi Eropa berhasil memengaruhi Trump. Sejak awal dia tidak tampak tertarik membantu kami,” ujar Denys Podilchuk, seorang dokter gigi berusia 39 tahun.
Baca Juga: Trump Menyatakan Terbuka untuk Perundingan dengan Mitra Dagangnya
Masa Tenggang 50 Hari
Artyom Nikolayev, analis dari Invest Era, menilai pasar Rusia lega karena Trump tidak seagresif yang dikhawatirkan.
“Trump memberi waktu 50 hari. Ini memberi ruang negosiasi. Dia juga dikenal sering menunda-nunda,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Trump, Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa gencatan senjata segera diperlukan untuk membuka jalan menuju solusi politik.
“Apapun yang mendorong tercapainya hal ini tentu penting, selama sesuai hukum internasional,” katanya.
Sejak kembali menjabat, Trump berulang kali melakukan komunikasi dengan Putin dan mengambil pendekatan yang lebih lunak, termasuk menarik dukungan atas keanggotaan Ukraina di NATO.
Baca Juga: Jerome Powell Respons Kritik Trump: Minta Investigasi Proyek Gedung The Fed
Namun, upaya Trump untuk mendorong gencatan senjata belum direspons positif oleh Moskow, yang justru terus menggempur kota-kota Ukraina dengan drone.
Trump mengaku kecewa karena Putin beberapa kali menyatakan siap berdamai, namun tetap melanjutkan serangan.
“Kami sempat empat kali hampir mencapai kesepakatan. Tapi tiap malam selalu ada bom baru,” katanya. “Saya tak ingin menyebutnya pembunuh, tapi dia orang yang keras.”
Senator AS Jeanne Shaheen menilai pengumuman Trump “positif, tapi terlambat.”
Ia menekankan pentingnya komitmen jangka panjang AS untuk membantu Ukraina jika ingin Putin benar-benar bernegosiasi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy juga telah bertemu dengan utusan Trump, Keith Kellogg, untuk membahas langkah bersama mencapai perdamaian.
“Kami berdiskusi tentang penguatan pertahanan udara Ukraina dan produksi senjata bersama Eropa,” kata Zelenskiy.
Tak lama setelah pertemuan, sirene serangan udara kembali berbunyi di Kyiv.
Baca Juga: Wall Street Ditutup Naik Tipis Senin (14/7), Menanti Rilis Kinerja dan Data Ekonomi
Di hari yang sama, Zelenskiy juga mengumumkan akan mengganti Perdana Menteri Denys Shmyhal dengan wakilnya, Yulia Svyrydenko, seorang ekonom yang memimpin negosiasi kesepakatan mineral antara Ukraina dan AS. Pengangkatan ini masih menunggu persetujuan parlemen.
Perang Rusia di Ukraina dimulai sejak Februari 2022 dan kini Moskow masih menduduki sekitar 20% wilayah Ukraina.
Pasukan Rusia terus bergerak di timur Ukraina dan belum menunjukkan tanda-tanda mundur dari ambisi militernya.