Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Presiden AS, Donald Trump, memerintahkan anak buahnya untuk membangun fasilitas tahanan baru di Guantanamo Bay untuk menampung para imigran gelap yang memiliki catatan kriminal.
Trump memulai masa jabatan keduanya dengan membersihkan puluhan ribu imigran gelap dari tanah Amerika Serikat.
Pada hari Rabu (29/1), Trump memastikan bahwa negara akan menggunakan pusat penahanan di Teluk Guantanamo, Kuba, untuk menahan puluhan ribu imigran ilegal yang berbuat kriminal di AS.
"AS akan menggunakan pusat penahanan di Teluk Guantanamo, Kuba, untuk menahan puluhan ribu orang para kriminal asing yang paling buruk," kata Trump, dikutip BBC.
Baca Juga: Trump Ambil Hak Bayi Lahir di AS, Para Ibu Hamil Layangkan Gugatan Hukum
Trump mengatakan, fasilitas penahanan baru akan dibangun dan terpisah dari penjara militer yang telah ada. Fasilitas tersebut diharapkan bisa menampung hingga 30.000 orang.
Pangkalan Angkatan Laut AS di Kuba memang telah memiliki fasilitas kecil terpisah yang digunakan untuk menahan para migran.
Pusat Operasi Migran yang ada di sana disediakan untuk menahan orang-orang yang dicegat saat mencoba masuk ke AS secara ilegal dengan perahu. Sebagian besar berasal dari Haiti dan Kuba.
Bagi Trump, fasilitas itu sekarang dianggap terlalu kecil untuk "membuang" imigran gelap.
Baca Juga: Trump Akan Batalkan Visa Pelajar bagi Pengunjuk Rasa Pro-Palestina
Dibangun untuk Menahan Teroris Islam
Guantanamo Bay telah sejak lama lekat dengan nuansa kelam berkat adanya pusat penahanan militer dengan tingkat keamanan tinggi yang dibangun AS.
Kamp penahanan Guantanamo Bay adalah fasilitas penahanan AS di Pangkalan Angkatan Laut Teluk Guantanamo, yang terletak di pesisir Teluk Guantanamo di tenggara Kuba.
Mengutip Britannica, fasilitas ini dibangun secara bertahap sejak tahun 2002. Fasilitas yang kerap disebut Gitmo ini disediakan untuk menampung militan Muslim dan tersangka teroris yang ditangkap oleh pasukan AS di Afghanistan, Irak, dan tempat lain.
Pada awal tahun 2002, kamp tersebut mulai menahan para anggota Al Qaeda yang bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001, serta anggota Taliban yang memberontak di Afghanistan.
Para anggota kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam itu ditahan karena dianggap menyembunyikan keberadaan Osama bin Laden.
Dalam perkembangannya, kamp penahanan Guantanamo Bay kerap menarik perhatian dunia atas dugaan pelanggaran hak-hak hukum tahanan berdasarkan Konvensi Jenewa.
Baca Juga: AS Bakal Kirim Migran Kriminal ke Teluk Guantanamo, Kuba Meradang
Pelanggaran HAM di Penjara Guantanamo
Ada dugaan bahwa para penjaga, termasuk anggota CIA, telah melakukan penyiksaan di penjara Guantanamo demi mendapatkan informasi tentang Osama bin Laden.
Penjara ini berulang kali mendapatkan kecaman dari banyak organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, Human Rights Watch, dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Semuanya sepakat bahwa para penjaga di kamp tersebut telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan menggunakan berbagai bentuk penyiksaan selama interogasi.
Pada 22 Januari 2009, Presiden Barack Obama memenuhi janji kampanyenya dengan memerintahkan penutupan fasilitas di Guantanamo dalam waktu satu tahun.
Baca Juga: Trump Serukan Penurunan Harga Minyak, Menteri Energi Saudi Bertemu Mitranya di Riyadh
Pemerintahan Obama melakukan peninjauan ulang cara-cara untuk memindahkan tahanan ke Amerika Serikat untuk dipenjara atau diadili.
Obama juga mengharuskan para interogator untuk hanya menggunakan teknik-teknik yang terdapat dalam buku petunjuk lapangan Angkatan Darat AS tentang interogasi, yang tidak satu pun dianggap sebagai penyiksaan.
Sayangnya, penutupan penjara Guantanamo ditunda oleh penentangan dari Partai Republik dan beberapa Demokrat di Kongres.
Para penentang menganggap bahwa memindahkan para tahanan di penjara di tanah AS akan membahayakan keamanan nasional.
Tonton: Pasukan Transgender AS Bersiap Melawan Kebijakan Baru Trump