Sumber: Fortune | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas setelah Beijing menerapkan pembatasan ekspor logam tanah jarang. Namun kini, Presiden AS Donald Trump disebut memiliki sejumlah cara untuk membalas balik China dan menghantam ekonominya dari sisi paling sensitif—mulai dari teknologi, manufaktur, hingga keuangan global.
Mengutip Fortune, Pemerintahan Trump menegaskan masih memegang kendali dalam ketegangan dagang dengan Beijing yang kembali memanas akibat pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China.
Awalnya, Trump merespons dengan mengumumkan tarif tambahan 100% dan pembatasan terhadap perangkat lunak asal China. Negeri Tirai Bambu sendiri menguasai lebih dari 90% pasokan logam tanah jarang dunia, yang penting bagi pembuatan chip, mobil listrik, dan panel surya.
Namun, Trump sempat menyinggung bahwa Amerika Serikat juga memiliki “senjata ekonomi” yang tak kalah kuat.
“AS juga punya posisi monopoli yang jauh lebih kuat dan luas dibanding China,” tulis Trump di akun Truth Social sebelum mengumumkan tarif tersebut. “Saya belum pernah menggunakannya karena belum ada alasan — SAMPAI SEKARANG!”
Meski begitu, belakangan Trump melunakkan retorikanya. Ia mengakui bahwa tarif sebesar itu tidak akan berkelanjutan, sementara kalangan Wall Street menilai ancaman tersebut hanya strategi negosiasi dan peluang bagi investor untuk melakukan “TACO trade”—yakni rotasi cepat dari saham teknologi ke komoditas.
Baca Juga: China Menuduh AS Lakukan Pelanggaran Siber di Pusat Waktu Nasional
Gedung Putih juga memastikan bahwa pertemuan Trump dan Presiden China Xi Jinping tetap akan berlangsung akhir bulan ini di sela-sela konferensi ekonomi kawasan di Korea Selatan.
Di sisi lain, pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh China mengejutkan banyak pengamat. Mereka memperingatkan bahwa kebijakan itu berpotensi “melarang negara mana pun di dunia berpartisipasi dalam ekonomi modern”, mengingat pentingnya mineral tersebut bagi industri teknologi global.
Namun menurut lembaga riset Capital Economics, kebijakan Beijing sebenarnya tidak seluas yang dikhawatirkan. Kepala Ekonom China di lembaga itu, Julian Evans-Pritchard, bersama ekonom Leah Fahy, menyebut langkah China ini juga dimaksudkan untuk memperkuat posisi tawar mereka, setelah frustrasi karena AS tidak menunjukkan niat untuk menurunkan tarif yang sudah berlaku.
“Apapun motifnya, langkah China kali ini adalah sebuah perjudian — dan ada risiko langkah itu justru berbalik merugikan mereka,” tulis keduanya dalam catatan riset terbaru.
Baca Juga: AS Desak IMF dan Bank Dunia Bersikap Lebih Keras terhadap Praktik Ekonomi China
Mereka juga menilai AS masih memiliki sejumlah cara untuk membalas China dengan lebih keras, termasuk dengan menargetkan sektor-sektor vital ekonomi Tiongkok.
Sebagai contoh, AS bisa memanfaatkan dominasinya dalam rantai pasok penerbangan komersial, dengan melarang ekspor komponen penting atau bahkan pesawat utuh ke China.
Selain itu, sekitar 90% laptop dan PC di China masih menggunakan sistem operasi Windows. Trump bisa saja memerintahkan Microsoft menghentikan penjualan dan pembaruan software di China, yang akan membuat perangkat rawan celah keamanan.
“China memang punya alternatif domestik, tapi pengalaman Huawei menunjukkan bahwa perubahan semacam itu akan mengurangi daya saing produk China di pasar global,” ujar Evans-Pritchard dan Fahy.
Mereka menambahkan, “Yang lebih mengkhawatirkan bagi China adalah perangkat lunak manufaktur canggih — di mana perusahaan Barat menguasai lebih dari 70% pasar China.”
Trump juga bisa memperluas pembatasan ekspor teknologi chip, yang akan memukul sektor teknologi tinggi China. Meski beberapa teknologi sudah dibatasi sebelumnya, Beijing masih sangat bergantung pada chip dan peralatan fabrikasi buatan AS dan sekutunya.
Belum lagi dominasi AS di sektor keuangan global. Trump bisa saja membekukan aset perusahaan China dalam denominasi dolar atau membatasi akses mereka ke sistem pembayaran internasional SWIFT.
Tonton: Harga Bitcoin Terdampak Tarif Baru AS ke China, Investor Harus Bagaimana?
Langkah lebih jauh, Washington dapat mendorong sekutunya menerapkan pembatasan serupa, sehingga menutup ruang ekspor China ke negara lain. Bahkan, Meksiko sudah mengusulkan tarif hingga 50% untuk produk dari China dan beberapa negara Asia lainnya.
“Kubu garis keras di kedua sisi Pasifik kemungkinan akan memanfaatkan situasi ini untuk mendorong pemisahan ekonomi AS–China yang lebih dalam,” tulis Capital Economics.
“Dalam skenario terbaik, kita mungkin kembali pada gencatan dagang yang rapuh seperti sebelumnya. Namun dalam skenario terburuk, China bisa semakin terisolasi dari pasar dan teknologi Barat,” jelas Capital Economis.