Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - ANCHORAGE, Alaska. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perang Rusia di Ukraina memasuki jam ketiga pada Jumat (15/8/2025), saat kedua pemimpin dunia berupaya mencari jalan untuk mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa dalam 80 tahun terakhir.
Trump dan Putin, bersama para penasihat kebijakan luar negeri masing-masing, bertemu di sebuah ruangan di pangkalan Angkatan Udara di Anchorage, Alaska, dengan pertemuan lebih besar dijadwalkan akan berlangsung kemudian.
Baca Juga: Trump-Putin Berjabat Tangan dan Tersenyum Lebar Saat Bertemu
Tujuan publik Trump adalah mencapai gencatan senjata dan komitmen dari Putin untuk segera bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy guna menegosiasikan akhir perang, yang dimulai ketika Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022.
Awal pekan ini, Trump menyatakan ia akan mengetahui keseriusan Putin soal perdamaian dalam hitungan menit. Ia juga mengancam akan meninggalkan pertemuan jika negosiasi tidak membuahkan hasil.
Zelenskiy, yang tidak diundang ke KTT, dan sekutu Eropa khawatir Trump bisa “menjual” Ukraina dengan membekukan konflik atau mengakui – meski secara informal – kontrol Rusia atas sekitar sepertiga wilayah Ukraina.
Trump berusaha menenangkan kekhawatiran tersebut saat naik Air Force One, menegaskan ia akan membiarkan Ukraina menentukan kemungkinan pertukaran wilayah.
“Saya tidak di sini untuk menegosiasikan untuk Ukraina, saya di sini untuk membawa mereka ke meja perundingan,” katanya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun Hampir US$1 Jelang KTT Trump-Putin
Trump mengatakan keberhasilan pertemuan akan ditandai dengan tercapainya gencatan senjata secepatnya.
“Saya ingin melihat gencatan senjata dengan cepat… Saya tidak akan senang jika itu tidak terjadi hari ini… Saya ingin pembunuhan berhenti.”
Setibanya di Alaska, Trump menyambut Putin di karpet merah di landasan pangkalan, dan keduanya berjabat tangan sebelum naik mobil menuju lokasi KTT.
Di sana, kedua presiden duduk bersama delegasi masing-masing dalam pertemuan pertama sejak 2019, dengan latar biru bertuliskan “Pursuing Peace.”
Pertemuan ini juga dihadiri Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, utusan khusus Trump untuk Rusia Steve Witkoff, penasihat kebijakan luar negeri Rusia Yury Ushakov, dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
Baca Juga: Harga Emas Mengarah ke Kerugian Mingguan, Perhatian Tertuju pada KTT Trump-Putin
Trump berharap gencatan senjata dalam perang 3,5 tahun yang dimulai Putin akan membawa perdamaian sekaligus memperkuat kredibilitasnya sebagai pembawa perdamaian global yang layak menerima Nobel Perdamaian.
Bagi Putin, KTT ini sudah menjadi kemenangan diplomatik yang dapat menunjukkan bahwa upaya Barat untuk mengisolasi Rusia tidak berhasil dan menegaskan posisi Moskow di panggung internasional.
Putin tengah menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang terkait deportasi ratusan anak Ukraina, yang dibantah Rusia.
Kedua pihak, Moskow dan Kyiv, membantah menargetkan warga sipil, namun ribuan warga tewas dalam konflik.
Estimasi konservatif jumlah korban tewas dan luka-luka mencapai 1,2 juta orang, menurut utusan Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg.
Trump, yang pernah mengklaim akan mengakhiri perang Rusia dalam 24 jam, mengakui tugas tersebut lebih sulit dari yang ia perkirakan.
Ia menambahkan, jika pertemuan hari Jumat berhasil, mengatur KTT tiga pihak dengan Zelenskiy akan lebih penting daripada pertemuan dengan Putin.
Baca Juga: Alaska Jadi Panggung Trump-Putin, Nasib Ukraina Jadi Taruhan
Zelenskiy menegaskan KTT harus membuka jalan bagi “perdamaian yang adil” dan pertemuan tiga pihak, namun Rusia masih melanjutkan perang.
Sebuah rudal balistik Rusia sempat menghantam wilayah Dnipropetrovsk, menewaskan satu orang dan melukai lainnya.
Trump menyebut adanya rasa saling menghormati antara dirinya dan Putin. “Dia orang pintar, sudah lama melakukannya, begitu juga saya… Kami saling menghormati,” kata Trump.
Ia menyambut keputusan Putin membawa pengusaha ke Alaska, namun menegaskan bisnis tidak akan dilakukan sebelum perang selesai, dan mengulangi ancaman konsekuensi ekonomi berat jika KTT gagal.
AS tengah mempertimbangkan penggunaan kapal pemecah es bertenaga nuklir Rusia untuk mendukung proyek gas dan LNG di Alaska sebagai salah satu kesepakatan potensial.
Sumber Kremlin mengatakan ada indikasi Moskow bisa siap kompromi terkait Ukraina, karena Putin memahami kerentanan ekonomi Rusia dan biaya melanjutkan perang.
Baca Juga: Trump: Presiden Rusia Putin Siap Membuat Kesepakatan Soal Ukraina
Reuters melaporkan sebelumnya bahwa Putin mungkin bersedia membekukan konflik di garis depan, asalkan ada jaminan hukum agar NATO tidak berkembang ke timur dan beberapa sanksi Barat dicabut.
Rusia, yang ekonominya terdampak perang, rentan terhadap sanksi AS lebih lanjut – dan Trump telah mengancam tarif terhadap pembeli minyak Rusia, terutama China dan India.
Putin minggu ini juga menyinggung kemungkinan perjanjian kontrol senjata nuklir baru untuk menggantikan perjanjian terakhir yang akan berakhir Februari mendatang.
Rusia menyatakan terbuka untuk gencatan senjata penuh, namun mekanisme pengawasan harus disepakati terlebih dahulu. Salah satu kompromi bisa berupa gencatan senjata di perang udara.