Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - KYIV/MOSKOW. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mendesak Barat untuk mempertimbangkan zona larangan terbang bagi pesawat Rusia di atas langit Ukraina pada Senin (28/2/2022), setelah Moskow membombardir kota terbesar kedua di negara itu.
Mengutip Reuters, Rusia menghadapi isolasi internasional yang meningkat atas invasinya ke Ukraina. Sementara itu, negosiasi berjam-jam antara kedua belah pihak pada hari Senin gagal mencapai terobosan untuk menghentikan pertempuran.
Para pejabat Ukraina mengatakan serangan Rusia di Kharkiv, sebuah kota berpenduduk 1,4 juta orang, telah menewaskan warga sipil, termasuk anak-anak.
Dalam pidatonya yang ditayangkan di sebuah video, Zelenskiy mengatakan sudah waktunya untuk memblokir rudal, pesawat, dan helikopter Rusia dari wilayah udara Ukraina.
Baca Juga: Pemerintah Masih Memonitor Dampak Konflik Rusia-Ukraina terhadap Inflasi
"Negosiasi yang adil dapat terjadi ketika satu pihak tidak menyerang pihak lain dengan artileri roket pada saat negosiasi," kata Zelenskiy.
Dia tidak merinci bagaimana dan oleh siapa zona larangan terbang akan diberlakukan.
Amerika Serikat telah mengesampingkan pengiriman pasukan untuk memerangi Rusia dan para pejabat telah menyuarakan keprihatinan tentang meningkatnya ketegangan lebih lanjut antara dua kekuatan nuklir terbesar dunia.
"Zona larangan terbang akan membutuhkan implementasi," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.
Baca Juga: Rusia Digempur Beragam Aksi Boikot
Dia menambahkan, "Langkah semacam itu akan membutuhkan pengerahan militer AS, yang berpotensi menjadi konflik langsung, dan berpotensi perang dengan Rusia. Ini merupakan sesuatu yang tidak kami rencanakan untuk menjadi bagian darinya."
Negara-negara Barat, bersatu dalam mengutuk serangan Rusia, telah memukul Rusia dengan sanksi, dengan target termasuk Presiden Vladimir Putin dan orang kepercayaannya.
Akan tetapi Putin tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mempertimbangkan kembali invasi yang dia lakukan terhadap tetangga Rusia Kamis lalu.
Pemimpin Rusia itu malah menempatkan pasukan nuklir Rusia dalam siaga tinggi pada hari Minggu, meskipun seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan Washington masih belum melihat "pergerakan" setelah pengumuman Putin.
Ditanya di Gedung Putih pada hari Senin apakah warga Amerika harus khawatir tentang perang nuklir, Presiden AS Joe Biden mengatakan: "Tidak."
Tetapi sebagai tanda hubungan yang memburuk, Amerika Serikat mengusir 12 diplomat Rusia di PBB, dengan alasan masalah keamanan nasional. Rusia menggambarkan langkah itu sebagai "aksi bermusuhan."
Baca Juga: Perkenalkan Bom Termobarik, Senjata Rusia Paling Mematikan yang Dibawa ke Ukraina
Aksi kejahatan
Invasi Rusia - serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua - telah gagal mencapai keuntungan awal seperti yang diharapkan Putin.
Reuters memberitakan, Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus" yang dikatakan tidak dirancang untuk menduduki wilayah tetapi untuk menghancurkan kemampuan militer tetangga selatannya dan menangkap apa yang dianggapnya sebagai nasionalis berbahaya.
Kharkiv di timur laut Ukraina telah menjadi medan pertempuran utama. Oleg Synegubov, kepala administrasi regional Kharkiv, mengatakan artileri Rusia telah menggempur distrik perumahan meskipun tidak ada posisi tentara Ukraina atau infrastruktur strategis di sana. Sedikitnya 11 orang tewas, katanya.
"Ini terjadi pada siang hari, ketika orang-orang keluar ke apotek, untuk membeli bahan makanan, atau untuk air minum. Itu kejahatan," katanya.
Baca Juga: Rusia Serang Ukraina, Pemerintah Masih Terus Memonitor Dampaknya ke Inflasi
Walikota Kharkiv, Igor Terekhov, mengatakan empat orang tewas setelah keluar dari tempat perlindungan bom untuk mengambil air, dan sebuah keluarga dengan tiga anak tewas terbakar di dalam mobil.
Sebelumnya, penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Herashchenko mengatakan serangan roket Rusia di Kharkiv telah menewaskan puluhan orang. Tidak mungkin memverifikasi jumlah korban secara independen.
Duta Besar Moskow untuk PBB, berbicara di New York, mengatakan tentara Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi warga sipil.
Baca Juga: Perintah Putin: Operasi Militer di Ukraina Berakhir dengan Kemenangan pada 2 Maret
Gambar dari perusahaan satelit AS Maxar menunjukkan konvoi militer Rusia membentang lebih dari 17 mil (27 km) dan bergerak lebih dekat ke ibukota, Kyiv, yang saat ini tetap di bawah kendali pemerintah Ukraina.
Di jalan-jalan Kyiv, papan tanda yang biasanya digunakan untuk peringatan lalu lintas menunjukkan pesan: "Putin kalah perang. Seluruh dunia bersama Ukraina."