Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Badan anak-anak PBB, UNICEF, pada hari Minggu (17/3) melaporkan bahwa ada lebih dari 13.000 anak-anak Gaza yang meninggal dunia akibat serangan militer Israel sejak bulan Oktober 2023.
UNICEF mengatakan, saat ini semakin banyak anak-anak yang menderita kekurangan gizi parah. UNICEF menggambarkan bahwa anak-anak tersebut bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis.
"Kita belum pernah melihat tingkat kematian anak-anak sebesar itu di hampir semua konflik lain di dunia. Saya pernah berada di bangsal anak-anak yang menderita anemia gizi buruk yang parah, seluruh bangsal benar-benar sepi. Karena anak-anak, bayi, bahkan tidak punya tenaga untuk menangis," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, kepada CBS News.
Baca Juga: Mahkamah Internasional Sidangkan Keterlibaatan Jerman Bantu Genosida Israel di Gaza
Pakar PBB awal bulan ini mengatakan, Israel menghancurkan sistem pangan Gaza sebagai bagian dari "kampanye kelaparan" yang lebih luas.
Mengutip Reuters, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), mengatakan bahwa satu dari tiga anak di bawah usia 2 tahun di Gaza utara kini mengalami kekurangan gizi akut dan bencana kelaparan akan segera terjadi.
"Malnutrisi pada anak-anak menyebar dengan cepat dan mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza," ungkap UNRWA dalam pernyataannya hari Sabtu (16/3).
Serangan militer Israel terhadap Gaza telah menyebabkan hampir 2,3 juta penduduknya mengungsi, menyebabkan krisis kelaparan, meratakan sebagian besar wilayah tersebut, dan menewaskan lebih dari 31.000 orang.
Catatan itu mendorong masuknya tuntutan penyelidikan mengenai genosida ke Pengadilan Dunia.
Baca Juga: Netanyahu: Rencana Penyerangan Rafah akan Diteruskan
Israel dengan tegas menepis tuduhan genosida. Mereka mengatakan bahwa operasi militernya di Gaza merupakan aksi bela diri atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2024 yang diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang Israel.
Israel kini mendapat semakin banyak tekanan dari komunitas internasional, bahkan dari para sekutunya, karena jumlah korban sipil di Gaza terus meningkat. Israel juga dianggap selalu menghalangi pengiriman bantuan ke wilayah tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, baru-baru ini bahkan menegaskan bahwa operasi militernya akan berlanjut ke Rafah, satu-satunya pintu masuk bagi bantuan kemanusiaan dan tempat berlindung bagi lebih dari satu juta penduduk Gaza.