Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengejutkan dunia dengan pengumuman bahwa negara-negara mitra dagang harus membayar "uang besar" untuk menghindari tarif impor yang dijuluki sebagai "obat" untuk memperbaiki ketimpangan perdagangan.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Trump dari pesawat kepresidenan Air Force One, sepulangnya dari akhir pekan bermain golf di Florida.
Trump menegaskan bahwa dirinya tidak khawatir terhadap kerugian besar di pasar saham global yang telah menghapus triliunan dolar nilai investasi. Ia menyamakan kebijakan tarifnya dengan pengobatan yang pahit namun diperlukan untuk memulihkan ekonomi Amerika Serikat dari ketimpangan perdagangan yang telah berlangsung lama.
“Kadang-kadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” ujar Trump.
Baca Juga: Warren Buffett Raup Cuan Besar di Tengah Badai Tarif Trump yang Guncang Pasar Global
Reaksi Pasar: Saham Asia dan Futures Wall Street Terjun Bebas
Pengumuman Trump segera memicu gejolak di pasar global. Saham-saham Asia mengalami penurunan tajam pada perdagangan Senin pagi, sementara kontrak berjangka (futures) indeks saham di AS dibuka melemah tajam.
Para investor semakin khawatir bahwa tarif yang diberlakukan dapat memicu kenaikan harga, penurunan permintaan, kejatuhan kepercayaan pasar, dan bahkan resesi global.
Ekonom dari JPMorgan memperkirakan bahwa kebijakan tarif ini akan menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS menjadi negatif 0,3% sepanjang tahun ini, dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 1,3% pertumbuhan. Tingkat pengangguran juga diperkirakan meningkat dari 4,2% menjadi 5,3%.
Negosiasi Paksa: Negara Mitra Didesak Bayar untuk Hindari Tarif Tinggi
Trump mengklaim bahwa para pemimpin dari Eropa dan Asia telah menghubunginya selama akhir pekan, berharap untuk menegosiasikan penghapusan tarif baru yang mencapai 50%. Namun, Trump menegaskan bahwa negosiasi hanya akan berlangsung jika negara-negara tersebut bersedia membayar secara signifikan setiap tahunnya kepada Amerika Serikat.
“Mereka ingin berbicara, tapi tidak akan ada pembicaraan kecuali mereka membayar banyak uang kepada kami setiap tahun,” tegas Trump.
Kebijakan tarif terbaru ini mulai diberlakukan pada hari Sabtu dengan tarif unilateral sebesar 10% atas semua impor dari banyak negara. Tarif "resiprokal" yang lebih tinggi, berkisar antara 11% hingga 50%, akan mulai berlaku pada Rabu pukul 12:01 pagi waktu AS.
Baca Juga: Trump Bikin Elon Musk Rugi Triliunan! Kekayaan Anjlok Jadi di Bawah Rp 5.060 Triliun
Respons Dunia: Negara Mitra Berusaha Hindari Eskalasi Perang Dagang
Beberapa negara telah menunjukkan kesediaan untuk bernegosiasi agar terhindar dari dampak tarif tersebut:
-
Taiwan: Presiden Lai Ching-te menawarkan penghapusan tarif sebagai dasar negosiasi dengan AS, sekaligus menjanjikan peningkatan investasi perusahaan Taiwan di Amerika Serikat.
-
Israel: Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berencana meminta pengecualian dari tarif sebesar 17% atas ekspor Israel dalam pertemuannya dengan Trump.
-
India: Seorang pejabat pemerintah India mengatakan tidak ada rencana untuk membalas tarif sebesar 26% dari AS dan negosiasi tengah berlangsung untuk mencapai kesepakatan.
-
Italia: Perdana Menteri Giorgia Meloni menyatakan akan melindungi pelaku usaha Italia dari dampak tarif 20% atas produk Uni Eropa. Pelaku industri anggur Italia mengeluhkan penurunan permintaan yang signifikan di tengah ketidakpastian perdagangan.
Pemerintah AS Tegaskan Tarif Akan Bertahan: Alat Tawar Baru di Meja Perundingan Global
Dalam upaya mengendalikan narasi publik, para pejabat ekonomi utama pemerintahan Trump tampil di berbagai acara bincang pagi hari Minggu untuk menjelaskan bahwa tarif ini merupakan strategi negosiasi jangka pendek.
Baca Juga: Auto Nyesek! Kebijakan Tarif Trump Bikin Harga Mobil di AS Melonjak
Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan bahwa lebih dari 50 negara telah memulai negosiasi sejak pengumuman tarif minggu lalu. Ia menambahkan bahwa Trump telah menciptakan "daya tawar maksimum" untuk AS.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan bahwa tarif akan tetap diberlakukan "selama beberapa hari dan minggu ke depan". Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mencoba meredakan kekhawatiran bahwa kebijakan tarif ini digunakan untuk menekan Federal Reserve agar menurunkan suku bunga, menegaskan tidak akan ada "paksaan politik" terhadap bank sentral.
Namun, pengusaha besar seperti Bill Ackman, yang sebelumnya mendukung pencalonan Trump, memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa menyebabkan "musim dingin ekonomi nuklir" kecuali Presiden segera menghentikannya.