Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Rumah sakit di China "kebanjiran" anak-anak yang sakit, ketika wabah pneumonia mengalami peningkatan di kota-kota di seluruh China, termasuk Beijing.
Melansir The Telegraph, ProMed – sebuah sistem surveilans besar yang tersedia untuk umum yang memantau wabah penyakit pada manusia dan hewan di seluruh dunia – mengeluarkan pemberitahuan pada Selasa (21/11/2023) malam yang merinci laporan epidemi pneumonia yang tidak terdiagnosis pada anak-anak.
Peringatan ProMed pada akhir Desember 2019-lah yang memperkenalkan virus misterius yang kemudian diberi nama Sars-Cov-2 menjadi perhatian banyak dokter dan ilmuwan, termasuk pejabat senior di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Postingan terbaru, berdasarkan laporan dari outlet Taiwan FTV News, mengatakan bahwa rumah sakit di ibu kota Beijing dan Liaoning, terlihat kewalahan menangani banyaknya anak-anak yang dirawat karena menderita pneumonia.
“Banyak sekali yang dirawat di rumah sakit,” kata Wei, seorang warga Beijing, kepada FTV News. “Mereka tidak batuk dan tidak menunjukkan gejala. Mereka hanya mengalami suhu tinggi (demam) dan banyak yang mengalami bintil paru.”
Dalam catatan editornya, ProMed mengatakan: “Laporan ini menunjukkan merebaknya wabah penyakit pernafasan yang tidak terdiagnosis secara luas. Sama sekali tidak jelas kapan wabah ini dimulai karena tidak biasa jika banyak anak-anak terkena penyakit ini dalam waktu yang begitu cepat. Laporan tersebut tidak mengatakan bahwa ada orang dewasa yang terkena dampaknya, menunjukkan adanya paparan di sekolah.”
Baca Juga: Xi Jinping Ingin Lebih Banyak Perusahaan Prancis Berinvestasi di China
Peringatan tersebut menambahkan bahwa informasi yang lebih pasti diperlukan untuk menentukan penyebab dan cakupannya.
Namun, wabah ini mungkin terkait dengan Mycoplasma pneumoniae, yang juga dikenal sebagai “pneumonia berjalan”, yang dilaporkan melonjak ketika China memasuki musim dingin pertamanya tanpa menerapkan lockdown ketat terhadap Covid-19.
Negara-negara lain, termasuk Inggris dan AS, mengalami lonjakan penyakit serupa seperti RSV dan flu setelah pembatasan pandemi dicabut, karena pengetatan sirkulasi selama bertahun-tahun berdampak pada kekebalan masyarakat.
Gejala pneumonia berjalan – yang umumnya menyerang anak kecil – meliputi sakit tenggorokan, kelelahan, dan batuk berkepanjangan yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Dalam kasus yang parah, penyakit ini pada akhirnya dapat memburuk menjadi pneumonia.
Baca Juga: Gandeng Arab Saudi, Ini Aksi Terbaru Dedolarisasi China
Bulan lalu, media lokal melaporkan bahwa rumah sakit di seluruh negeri mengalami peningkatan infeksi, dengan kelompok kasus sering kali muncul di sekolah dan taman kanak-kanak.
“Ini adalah gelombang pertama infeksi mycoplasma pneumoniae sejak sebagian besar tindakan pengendalian Covid-19 dicabut pada awal tahun ini,” jelas Zhou Huixia, direktur pusat medis anak-anak di Pusat Medis Ketujuh Rumah Sakit Umum PLA China, mengatakan kepada China Daily.
Dia menambahkan, “Gelombang ini tampak sangat ganas sejak libur Hari Nasional pada awal Oktober. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kami menemukan lebih banyak pasien dengan infeksi campuran, resistensi obat, dan pneumonia lobar.”
Dia menambahkan bahwa gelombang infeksi yang “intens” diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan November, dan mungkin bertepatan dengan peningkatan penyakit pernapasan menular lainnya yang dapat ditekan selama lockdown.
Bulan lalu, Li Yuchuan, direktur departemen rawat jalan Rumah Sakit Anak Beijing, juga mengatakan kepada China Voice bahwa rumah sakit tersebut sedang berjuang melawan penyakit pernapasan anak tahun ini.
“Kasus ini mengalami peningkatan yang relatif tinggi. Puncak pertama terjadi dari pertengahan hingga akhir Februari hingga akhir Maret, ketika influenza menjadi penyebab utamanya; puncak kedua terjadi pada bulan Mei, ketika terdapat berbagai patogen, seperti RSV; puncak ketiga terjadi pada bulan September,” kata Dr Li, seraya menambahkan bahwa fasilitas tersebut harus meningkatkan kapasitas untuk mengatasinya.
Baca Juga: Menlu Negara Arab dan Muslim Mendesak Perang Gaza Segera Diakhiri
Dr Jennifer Nuzzo, ahli epidemiologi dan direktur Pusat Pandemi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Brown University, mengatakan kepada DailyMail.com bahwa berita tersebut sangat mengkhawatirkan.
Dia mengatakan semua negara harus menjaga untuk menerapkan standar yang sama. Nuzzo merujuk pada sejarah China dalam menutupi wabah baru, yang terjadi pada tahun 2003 dengan SARS asli dan pada tahun 2019 dengan Covid.
Dr Krutika Kuppalli, seorang dokter penyakit menular yang merupakan bagian dari Program Kedaruratan Kesehatan WHO, mengatakan pengujian dan mempublikasikan hasil tersebut sangatlah penting.
Dia menambahkan dalam sebuah postingan di X bahwa penyakit tersebut bisa berupa apa saja.
Dr Neil Stone, seorang dokter spesialis penyakit menular di University College Hospital di London, menulis di platform X:
"Terakhir kali saya melihat laporan tentang wabah pneumonia yang tidak terdiagnosis di Tiongkok, saya berpikir, tidaak...itu bukan masalah besar . [Itu] tidak akan berarti banyak. Itu terjadi pada bulan Desember 2019. Saya tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi."