Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - MANAUS. Deforestasi di hutan hujan Amazon Brasil mencapai rekor tertinggi selama enam bulan pertama tahun ini, ketika area seluas lima kali ukuran Kota New York dihancurkan.
Data awal, Jumat (8/7), menunjukkan, dari Januari hingga Juni 2022, hutan seluas 3.988 kilometer persegi dibuka di wilayah tersebut, menurut badan penelitian luar angkasa nasional Brasil, Inpe.
Jumlah itu meningkat 10,6% dari bulan yang sama tahun lalu dan level tertinggi untuk periode itu sejak badan tersebut mulai menyusun seri data DETER-B pada pertengahan 2015 silam.
Khusus selama bulan Juni 2022, kehancuran hutan naik 5,5% menjadi 1.120 km persegi, juga merupakan rekor untuk bulan itu dalam setahun.
Amazon, hutan hujan terbesar di dunia, mengandung sejumlah besar karbon, yang dilepaskan saat pepohonan dihancurkan. Deforestasi yang cepat ini akan menghangatkan atmosfer dan mendorong perubahan iklim.
Baca Juga: Pemerintah Optimistis Bisa Penuhi Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 29% di 2030
Deforestasi merayap lebih dalam ke dalam hutan. Dalam enam bulan pertama tahun ini, negara bagian Amazonas di jantung hutan hujan mencatat lebih banyak kerusakan daripada negara bagian mana pun untuk pertama kalinya.
Seorang saksi mata kepada Reuters melihat beberapa daerah yang baru-baru ini ditebangi di dekat jalan raya di sebelah barat ibu kota negara bagian Amazonas, Manaus, di mana hutan rimbun telah berubah menjadi hamparan yang dipenuhi dengan pohon-pohon kering yang tumbang.
"Deforestasi yang meningkat tahun ini juga memicu tingkat kebakaran yang luar biasa tinggi, yang kemungkinan akan memburuk di bulan-bulan mendatang," kata Manoela Machado, peneliti kebakaran hutan dan deforestasi di Pusat Penelitian Iklim Woodwell dan Universitas Oxford seperti dikutip Reuters.
Brasil mencatat jumlah kebakaran tertinggi di Amazon untuk bulan Juni dalam 15 tahun, meskipun kebakaran tersebut adalah sebagian kecil dari apa yang biasanya terlihat ketika kebakaran memuncak pada bulan Agustus dan September, menurut data Inpe.
Umumnya, setelah penebang mengambil kayu berharga, peternak dan perampas tanah membakar lahan untuk membuka lahan pertanian.
“Jika kita memiliki angka deforestasi yang tinggi, tidak dapat dihindari bahwa kita akan memiliki angka kebakaran yang tinggi juga,” kata Machado.
"Ini adalah berita yang sangat buruk," imbuhnya.
Para ahli di Brasil menyalahkan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro karena membatalkan perlindungan lingkungan sehingga memberanikan para penebang, peternak, dan spekulan tanah membuka lahan publik untuk keuntungan.
Para pencinta lingkungan mengandalkan mantan Presiden sayap kiri Luiz Inacio Lula da Silva, yang memimpin penurunan tajam deforestasi selama masa kepresidenannya dari 2003 hingga 2010, menang dalam pemilihan Oktober untuk perubahan haluan dalam kebijakan lingkungan Brasil.
Sebuah jajak pendapat yang dirilis minggu ini menunjukkan Bolsonaro kalah dari Lula dengan 19 poin persentase dalam putaran kedua.
Terlepas dari itu, tahun ini kemungkinan akan memiliki tingkat deforestasi dan kebakaran yang tinggi karena penebang dan perampas tanah berusaha memanfaatkan lemahnya penegakan hukum menjelang perubahan pemerintahan.
"Sangat sulit untuk optimis dalam beberapa bulan ke depan di Amazon," kata Romulo Batista, juru kampanye hutan untuk Greenpeace Brasil.
Baca Juga: Bertemu World Bank, Sri Mulyani Bahas Perubahan Iklim dan Transisi Energi