Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Satu tahun setelah pertama kali terdeteksi, kini virus corona telah berhasil bermutasi ke dalam beragam jeni. Kini jenis baru COVID-19 dilaporkan muncul di Inggris.
Melansir Reuters, pada hari Senin (14/12), WHO menerima laporan adanya varian baru dari COVID-19 yang muncul di Inggris dan langsung memerintahkan adanya penyelidikan lebih lanjut.
Untuk sementara WHO belum menemukan bukti varian baru tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan jenis virus yang sudah ada saat ini.
"Kami mengetahui varian genetik ini dilaporkan ada pada 1.000 individu di Inggris," ungkap kepala program darurat WHO, Mike Ryan, dalam pengarahan harian di Jenewa, Senin kemarin.
Lebih lanjut, Ryan mengatakan bahwa WHO akan segera menyelidiki sejauh mana signifikansi perbedaan antara COVID-19 yang ada sekarang dengan varian baru yang ada di Inggris tersebut.
"Pihak berwenang sedang melihat siginifikansinya. Kami telah melihat banyak varian, virus ini berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu," kata Ryan.
Baca Juga: Kalkulator ini bisa menghitung peluang seseorang meninggal akibat corona
Virus corona telah bermutasi ke dalam ratusan jenis
Sejak ditemukan akhir tahun 2019 lalu, kini virus corona penyebab penyakit COVID-19 diketahui telah bermutasi menjadi ratusan jenis yang berbeda.
Kelompok peneliti Rusia menyampaikan bahwa sejak virus corona baru muncul akhir tahun lalu, sekarang virus sudah mampu berubah dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang beragam.
"Kita tahu bahwa virus itu bermutasi, dan telah ada ratusan mutasi berbeda di seluruh dunia. Bukti penelitian tentang bagaimana mutasi tersebut memengaruhi perilaku virus masih langka (dipelajari)," ungkap Alexander Lukashev, virologist dari Sechenov First Moscow State Medical University dalam wawancaranya dengan Rossiya-24 TV, Selasa (2/12).
Baca Juga: Penerima vaksin Pfizer alami alergi, berikut efek samping vaksin corona Pfizer
Dikutip dari TASS, Lukashev juga menjelaskan bahwa satu penelitian yang dilakukan di AS mengungkap virus bereplikasi sepuluh kali lebih lambat daripada jenis aslinya.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti percaya ini merupakan langkah awal menuju penurunan virulensi dalam proses mengadaptasi dirinya sendiri ke inang baru.
"Tapi kami tidak bisa mengatakan dengan pasti apakah tingkat kematian akan bisa menurun," lanjut Lukashev.
Menurut Lukashev, tingkat kematian yang telah diamati sejauh ini tidak mencerminkan kinerja dan prevalensi virus. Data hanya menunjukkan berapa banyak kasus ringan yang terdaftar.