Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MOSKOW/BEIJING. Pada pekan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin akan melakukan perjalanan ke China untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping. Ini akan menjadi perjalanan pertama pemimpin Kremlin tersebut ke luar negeri pada tahun ini.
Melansir Reuters, ada sejumlah hal yang akan menjadi perhatian dunia dalam pertemua dua sahabat ini. Apa saja?
- Persahabatan makin erat
Baik Putin maupun Xi menunjukkan persahabatan yang erat.
Asal tahu saja, Putin pernah mengantarkan es krim Rusia – “Eskimo” dan “Plombir” karya Chistaya Liniya – kepada Xi pada hari ulang tahunnya. Sementara Xi adalah satu-satunya pemimpin dunia yang merayakan ulang tahun Putin bersamanya.
Selama kunjungannya ke Rusia pada tahun 2019 ketika kedua pemimpin menandatangani paket kesepakatan perdagangan dan mengagumi panda di kebun binatang Moskow, Xi mengatakan kepada media Rusia:
"Presiden Putin adalah rekan asing yang paling sering berinteraksi dengan saya. Dia adalah sahabat saya, dan saya sangat menghargai persahabatan kami."
Baca Juga: Jokowi Sudah di Beijing, Ini Sederet Agendanya
Xi juga menganugerahi Putin medali persahabatan pada tahun 2018, dengan mengatakan bahwa "Putin adalah sahabat dekat saya".
Putin mengatakan pada bulan Maret bahwa dia telah mengundang Xi ke apartemen pribadinya di Kremlin. Dia bilang mereka ngobrol di depan api unggun sambil minum teh.
- Pemimpin di bidang pertahanan
Menteri Pertahanan China Li Shangfu tidak terlihat di depan umum selama lebih dari enam minggu. Para pengamat China akan melihat siapa yang akan memimpin pembicaraan dengan para pejabat militer Rusia mengenai kerja sama antar kedua belah pihak.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Li dijatuhi sanksi oleh AS pada tahun 2018 atas kesepakatan senjata yang ia peroleh dengan Rusia pada masa jabatannya sebelumnya.
Jenderal Liu Zhenli, kepala badan militer yang bertanggung jawab atas operasi tempur dan perencanaan China, muncul sebagai kandidat utama untuk posisi tersebut.
Baca Juga: China Tetap Jadi Negara Utama Asal Impor Non Migas Sepanjang September
- Senjata untuk perang
China tampak menahan diri untuk tidak mengutuk operasi Rusia terhadap Ukraina atau menyebutnya sebagai “invasi”. Hal ini sejalan dengan Kremlin yang menyebut perang tersebut sebagai “operasi militer khusus”.
Amerika Serikat telah memperingatkan China agar tidak mengirimkan senjata apa pun ke Rusia. Meski demikian, China adalah importir minyak mentah Rusia terbesar kedua setelah India dan dengan demikian mendukung perekonomian Rusia.
China sendiri membantah laporan di surat kabar Barat bahwa mereka telah mengirim senjata ke Rusia.
- Minyak dan gas
Pimpinan raksasa energi Rusia Gazprom dan Rosneft, Alexei Miller dan Igor Sechin, akan bergabung dengan rombongan Putin selama kunjungannya ke China. Hal itu diungkapkan oleh sumber yang mengetahui rencana tersebut kepada Reuters.
Rusia ingin mendapatkan kesepakatan untuk menjual lebih banyak gas alam ke China dan berencana membangun jaringan pipa Power of Siberia-2, yang akan melintasi Mongolia dan memiliki kapasitas tahunan sebesar 50 miliar meter kubik (bcm).
Baca Juga: Tiba di Beijing, Jokowi Dijadwalkan Hadiri Indonesia-China Business Forum
Bandingkan dengan 38 miliar meter kubik yang diperkirakan akan dicapai oleh Power of Siberia yang saat ini beroperasi pada tahun 2025.
Jalur pipa yang diusulkan akan mengalirkan gas dari ladang semenanjung Yamal di Siberia bagian barat ke Tiongkok, yang merupakan konsumen energi terbesar dunia dan konsumen gas yang terus bertambah. Harganya masih belum disepakati.
- Peningkatan perdagangan
Perdagangan antara Rusia dan China melonjak 30% pada paruh pertama tahun ini dan akan meningkat menjadi lebih dari US$ 200 miliar pada tahun 2023. Data tersebut diutarakan oleh Menteri Ekonomi Rusia Maxim Reshetnikov saat berkunjung ke China.
Rusia kini menjadi mitra dagang terbesar kedua bagi China di luar Asia, kedua setelah Amerika Serikat, yang menyumbang setengah triliun perdagangan dalam sembilan bulan pertama tahun ini. Rusia menyumbang US$ 176 miliar dan Jerman US$ 158 miliar.