Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Ketika Kardinal Jorge Bergoglio terpilih menjadi Paus Fransiskus pada 2013, ia hampir sepenuhnya merupakan orang luar.
Ia tidak pernah menjabat di lingkungan Kuria Roma, melainkan menghabiskan puluhan tahun dalam pelayanan pastoral di Argentina—negara asalnya sekaligus mewakili pertama kalinya seorang paus berasal dari Benua Amerika.
Kini, seiring para kardinal Katolik dari seluruh dunia berkumpul untuk membahas sosok pengganti Paus Fransiskus, yang wafat pada 21 April dalam usia 88 tahun, muncul pertanyaan utama:
Akankah mereka kembali memilih sosok luar seperti Fransiskus, atau justru beralih ke orang dalam yang memahami dinamika internal Vatikan?
Menurut John Thavis, mantan kepala biro Roma untuk Catholic News Service, Paus Fransiskus dikenal karena fokusnya mengarahkan Gereja keluar dari pusat-pusat kekuasaan tradisional.
Baca Juga: Dalam Homilinya, Dekan Dewan Kardinal Sebut Paus Fransiskus Gembala Umat Hingga Akhir
"Beberapa kardinal kini mungkin tergoda memilih orang dalam, seseorang yang lebih lihai mengelola urusan Gereja secara hati-hati dan tertutup," ujarnya.
Sepanjang masa kepausannya, Fransiskus menunjukkan komitmen pada penjangkauan global, khususnya ke wilayah-wilayah yang belum memiliki tradisi Katolik kuat.
Dari total 47 kunjungan luar negeri, banyak yang dilakukan ke negara-negara dengan minoritas Katolik seperti Sudan Selatan, Irak, dan Uni Emirat Arab. Ia juga menaruh perhatian besar pada dialog antaragama, khususnya antara Katolik dan Islam.
Gaya komunikasinya juga berbeda. Fransiskus dikenal memberi konferensi pers terbuka tanpa batasan topik. Dalam salah satu pernyataannya yang terkenal pada 2015, ia menegaskan larangan penggunaan kontrasepsi namun menambahkan bahwa umat Katolik tidak perlu memiliki anak “seperti kelinci”.
Baca Juga: Benarkah Kardinal Suharyo Ikut Konklaf Pemilihan Paus Baru di Vatikan? Cek Jawabannya
Gaya kepemimpinannya yang terbuka menuai kritik di kalangan tertentu, tetapi juga menarik perhatian dunia. Pemakamannya pada Sabtu lalu, yang disertai prosesi menuju Basilika St. Mary Major, dipadati lebih dari 400.000 pelayat.
Kardinal Reinhard Marx dari Jerman, salah satu penasihat senior Fransiskus, menilai kriteria utama paus berikutnya bukanlah kapasitas administratif. “Kita tidak butuh manajer,” ujarnya. “Yang dibutuhkan adalah seseorang yang berani. Dunia perlu diangkat semangatnya.”
Namun, suara berbeda datang dari Kardinal Camillo Ruini asal Italia, yang kini berusia 94 tahun dan tidak lagi memiliki hak suara dalam konklaf.
Dalam wawancara dengan Corriere della Sera, ia menyebut bahwa Fransiskus kerap tampak lebih peduli pada mereka yang jauh dari Gereja, "dengan mengorbankan umat beriman yang setia".
Sebagian pihak lain justru berpendapat bahwa kondisi keuangan Vatikan, dengan defisit anggaran yang membesar dan kewajiban dana pensiun yang meningkat, memerlukan sosok pemimpin yang lebih manajerial.