Sumber: Vatikan News | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Lebih dari 200.000 orang dari berbagai kalangan memadati Lapangan Santo Petrus, Vatikan dan sekitarnya pada Sabtu pagi untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus dalam Misa Requiem.
Perayaan khidmat dan penuh haru ini dipimpin Kardinal Giovanni Battista Re bersama sekitar 250 Kardinal, Patriark, Uskup Agung, Uskup, imam, dan biarawan.
Dalam homilinya, Dekan Dewan Kardinal mengenang perjalanan 12 tahun Pelayanan Paus Fransiskus yang luar biasa dan intens, yang ditandai kedekatannya dengan umat, spontanitas tindakannya hingga akhir hayat, serta cintanya yang mendalam kepada Gereja.
Kardinal Re mengucapkan terima kasih kepada seluruh hadirin dan menyampaikan salam kepada para Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, serta Delegasi Resmi dari seluruh dunia yang hadir.
Baca Juga: Misa Pemakaman Paus Fransiskus Digelar di Lapangan Santo Petrus, 220 Kardinal Hadir
Ia mencatat bahwa curahan kasih yang tampak selama masa berkabung menunjukkan betapa besar dampak kepausan Paus Fransiskus. "Menyentuh pikiran dan hati" banyak orang, tidak hanya di dalam Gereja.
Mengacu pada Injil tentang Kristus yang menugaskan Petrus menggembalakan kawanan-Nya, Kardinal Re menyatakan, meskipun kelemahan dan penderitaannya menjelang akhir, Paus Fransiskus memilih untuk mengikuti jalan pengorbanan diri ini hingga hari terakhir hidupnya di dunia, di mana ia mengikuti jejak Tuhannya, Sang Gembala yang Baik.
Kardinal Re mengingat gambaran terakhir Paus Fransiskus, yang tetap berusaha memberkati umat pada Minggu Paskah meskipun dalam kondisi kesehatan serius.
"Ia kemudian turun ke Lapangan ini untuk menyambut banyak orang yang berkumpul untuk Misa Paskah sambil menaiki mobil Paus beratap terbuka," sambungnya.
Baca Juga: Keluarga Kerajaan dan Presiden Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus
Pilihan nama "Fransiskus", lanjut Kardinal Re, sejak awal mencerminkan rencana dan gaya pastoral yang ingin diusung Paus Fransiskus, terinspirasi dari semangat Santo Fransiskus dari Assisi.
Gereja yang Terbuka dan Tanggap
Dengan temperamen dan gaya kepemimpinannya, Paus Fransiskus, kata Kardinal Re, segera meninggalkan jejaknya pada tata kelola Gereja. Ia adalah seorang Paus di antara umat, dengan hati terbuka kepada semua orang, terutama mereka yang terpinggirkan dan paling kecil di antara kita.
Ia juga "seorang Paus yang memperhatikan tanda-tanda zaman dan apa yang sedang dibangkitkan Roh Kudus di dalam Gereja."
Dengan gaya bahasa khasnya, Paus Fransiskus berusaha menjelaskan tantangan zaman ini melalui kebijaksanaan Injil, mengajak umat Kristiani untuk tetap setia di tengah perubahan zaman yang penuh kontradiksi.
Kardinal Re menegaskan bahwa evangelisasi menjadi pusat visi Paus Fransiskus, sebagaimana diuraikan dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium. Ia menggambarkan Gereja sebagai "rumah sakit lapangan" yang aktif merawat luka-luka dunia.
Baca Juga: Peti Jenazah Paus Fransiskus akan Disegel Malam Ini Melalui Ritual Liturgi
Kunjungan Paus ke Lampedusa, Lesbos, dan perbatasan AS-Meksiko menjadi simbol solidaritasnya kepada para migran dan pengungsi. "Tindakan dan dorongannya yang mendukung para pengungsi dan orang-orang terlantar tidak terhitung banyaknya. Desakannya untuk bekerja atas nama orang miskin adalah hal yang konstan," ujar Kardinal Re.
Di antara 47 Perjalanan Apostoliknya, kunjungan ke Irak menjadi sorotan sebagai “obat penyembuh pastoral” dan seruan penting untuk dialog antaragama. Perjalanan-perjalanan globalnya, termasuk ke wilayah Asia-Oseania pada tahun 2024, memperluas kehadiran Gereja hingga ke wilayah pinggiran.