Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - MUMBAI. Setelah mengalami kelesuan pada awal tahun, aktivitas merger dan akuisisi (M&A) India kembali menunjukkan peningkatan signifikan. Peningkatan aktivitas kesepakatan lintas negara bernilai miliaran dolar melibatkan investor ekuitas global dan perusahaan lokal.
Menurut Devarajan Nambakam, Co-Head Investment Banking Goldman Sachs India dikutip Bloomberg, para konglomerat di India kini semakin cerdas dan mulai mengincar akuisisi jangka panjang yang bersifat transformasional, bukan sekadar ekspansi jangka pendek.
Data dari Bloomberg menunjukkan volume M&A di India telah mencapai hampir US$ 41 miliar sepanjang 2025, meningkat sekitar 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja kuartal ketiga yang kuat, dengan lonjakan aktivitas sebesar 19% dari tahun sebelumnya, berhasil mengimbangi lemahnya aktivitas pada paruh pertama tahun ini.
Beberapa transaksi besar pada Juli 2025 menandai momentum ini. Tata Motors mengakuisisi bisnis truk dan bus milik Iveco Group NV, sementara Capgemini SE asal Prancis membeli perusahaan outsourcing TI WNS Holdings Ltd. Di sisi lain, Schneider Electric SE membeli kembali saham joint venture-nya dari Temasek Holdings Pte.
Baca Juga: ADNOC Perpanjang Waktu Negosiasi Atas Akuisisi Santos Senilai US$ 18,7 Miliar
Investor besar seperti perusahaan buyout dan sovereign wealth fund juga semakin aktif. Misalnya, Warburg Pincus bekerja sama dengan miliarder Sunil Mittal untuk membeli 49% saham Haier Appliances India, sedangkan perusahaan teknologi Altimetrik Corp. yang didukung Temasek mengakuisisi SLK Software guna memperkuat lini bisnis AI, otomasi, dan analitik.
"Saya telah mengamati pasar India selama lebih dari 15 tahun, dan saat ini aktivitas private equity berada pada titik tertingginya," ujar Nambakam. Ia menambahkan, India kini menjadi pilar utama dalam strategi Asia banyak firma private equity selama 5 hingga 10 tahun ke depan.
Contohnya, Permira Holdings Ltd., yang sedang merevisi strategi Asia-nya dengan menutup kantor di Hong Kong dan Shanghai, serta mengalihkan fokus kepemimpinan senior ke India, melihat negara ini sebagai pasar dengan prospek dan pipeline transaksi yang lebih kuat.
Tren baru juga terlihat dari meningkatnya keterlibatan pelaku lokal dalam transaksi besar. JSW Group sepakat mengakuisisi hingga 75% saham bisnis Akzo Nobel di India untuk memperluas bisnis cat dan pelapisnya. Sementara itu, Torrent Pharmaceuticals membeli saham JB Chemicals & Pharmaceuticals dari tangan firma investasi global KKR & Co.
"Sepuluh tahun lalu, mustahil membayangkan perusahaan strategis India membeli bisnis lokal dengan keyakinan penuh," kata Subhakanta Bal, Managing Director di Rothschild & Co. India. Namun kini, strategi M&A menjadi alat utama bagi perusahaan domestik untuk mentransformasi dan mengembangkan bisnis mereka lintas sektor.
Kestabilan pasar saham India juga menjadi pendorong utama aktivitas M&A dan penggalangan dana di pasar modal. Setelah tahun rekor pada 2024, sekitar US$ 10 miliar telah berhasil dihimpun melalui penawaran umum perdana (IPO) tahun ini. Salah satu IPO yang paling dinanti adalah Reliance Jio Infocomm Ltd., operator seluler terbesar di India, yang ditargetkan akan go public pada paruh pertama 2026.
Pasar modal yang sehat dan memberikan opsi keluar bagi investor turut meningkatkan kepercayaan pelaku M&A. Bal, yang turut memberi nasihat pada penjualan 40% saham Coca-Cola di perusahaan pembotolan India-nya ke Jubilant Bhartia Group, mengatakan adanya exit yang jelas sangat mendukung keputusan pembelian aset.
Baca Juga: Blackstone Tawarkan US$ 3,5 Miliar untuk Akuisisi TechnoPro
Menurut Ashish Jhaveri, Head of Investment Banking di Jefferies India, muncul sektor-sektor baru seperti komponen otomotif dan layanan manufaktur elektronik (EMS) turut meningkatkan minat investor terhadap buyout dan penggalangan dana di pasar privat. Konsolidasi domestik di sektor kesehatan, barang konsumsi, industri, dan energi terbarukan juga terus mendorong aktivitas M&A.
Perusahaan asing pun mulai mengevaluasi ulang strategi unit mereka di India seiring perubahan lanskap bisnis.
Namun, ancaman ketegangan geopolitik tetap menjadi faktor risiko. Pekan ini, mantan Presiden AS Donald Trump mengatakan tidak berencana menurunkan tarif untuk India, hanya seminggu setelah pemerintah AS menggandakan tarif atas impor dari India menjadi 50% sebagai sanksi atas pembelian minyak dari Rusia.
"Kondisi global yang tidak menentu bisa menunda beberapa transaksi M&A di India dalam jangka pendek,” ujar Jhaveri. Namun secara keseluruhan, peluang pertumbuhan strategis melalui akuisisi tetap besar. Selain itu, selera pasar terhadap M&A masih sangat tinggi.