Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Aktivitas manufaktur Korea Selatan juga melemah di bulan Maret karena melambatnya permintaan dalam negeri mengimbangi kuatnya penjualan luar negeri dengan PMI turun menjadi 49,8 di bulan Maret dari 50,7 di bulan Februari.
Data PMI yang lemah menyoroti tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan di kawasan ini ketika mereka bergulat dengan tanda-tanda pemulihan permintaan global yang tidak merata dan ketidakpastian kapan Federal Reserve AS akan mulai menurunkan suku bunganya.
“Ekspor Tiongkok sedikit meningkat, tapi itu karena harga barang-barang mereka murah. Itu berarti negara-negara Asia lainnya harus bersaing dengan Tiongkok untuk mendapatkan permintaan yang tidak meningkat,” kata Toru Nishihama, kepala ekonom pasar berkembang di Dai-ichi Life Research Institute.
Dia menambahkan, “Tanpa adanya pendorong pertumbuhan global yang jelas, sulit untuk memberikan prospek yang cerah bagi Asia.”
PMI Taiwan turun menjadi 49,3 pada bulan Maret dari 48,6 pada bulan Februari. Sedangkan PMI Vietnam turun menjadi 49,9 dari 50,4. Adapun PMI Malaysia turun menjadi 48,4 dari 49,5, menurut survei.
Baca Juga: Aktivitas Pabrik di China Naik Pada Maret, Kenaikan Pertama Dalam Enam Bulan
Sebaliknya, aktivitas manufaktur meningkat pada bulan Maret di Filipina dan Indonesia.
Dalam revisi perkiraan yang dikeluarkan pada bulan Januari, IMF memproyeksikan perekonomian Asia akan tumbuh sebesar 4,5% tahun ini, didorong oleh kuatnya permintaan AS dan dorongan dari langkah-langkah stimulus yang diharapkan di Tiongkok.
Namun dikatakan bahwa pemulihan akan berbeda antar negara, dimana Jepang kemungkinan akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga 0,9%, berbeda dengan ekspektasi ekspansi sebesar 6,5% di India.
IMF memperkirakan perekonomian Tiongkok akan tumbuh 4,6% tahun ini, melambat dari 5,2% pada tahun 2023.