Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Aktivitas pabrik di banyak negara di Asia melemah pada bulan Maret. Akan tetapi, ada sejumlah sinyal yang lebih cerah di China.
Survei yang dirilis pada hari Senin (1/4/2024) tersebut memberikan gambaran beragam mengenai pertumbuhan pesat yang menjadi pendorong utama perekonomian global.
Melansir Reuters, sebuah survei swasta menunjukkan pada hari Senin, indeks manajer pembelian manufaktur global (PMI) Caixin/S&P China mencatatkan kenaikan menjadi 51,1 pada bulan Maret dari level 50,9 pada bulan sebelumnya.
Angka tersebut mengalami peningkatan pada laju tercepat dalam 13 bulan dengan kepercayaan bisnis mencapai level tertinggi dalam 11 bulan.
Temuan ini melengkapi survei resmi PMI yang dirilis pada hari Minggu yang menunjukkan aktivitas pabrik China meningkat untuk pertama kalinya dalam enam bulan.
Pemulihan yang terjadi di China, yang sedang berjuang untuk mencapai kebangkitan ekonomi yang kuat yang sebagian disebabkan oleh krisis properti yang berkepanjangan, memberikan sedikit kelegaan bagi Beijing dan investor secara global.
Baca Juga: Bank Dunia Rilis Prospek Ekonomi Kawasan Asia Timur dan Pasifik
Sementara itu, data terpisah menunjukkan ekspor Korea Selatan naik 3,1% pada bulan Maret berbasis tahunan. Hal ini menandai kenaikan selama enam bulan berturut-turut berkat kuatnya permintaan chip.
Di Jepang, ketika sentimen produsen besar memburuk, optimisme di kalangan perusahaan sektor jasa mencapai titik tertinggi dalam tiga dekade pada kuartal pertama, berdasarkan survei tankan bank sentral.
Namun aktivitas manufaktur lemah di sebagian besar wilayah Asia termasuk negara-negara penghasil ekspor seperti Jepang dan Korea Selatan, serta Taiwan, Malaysia dan Vietnam.
PMI final au Jibun Bank Jepang berada di angka 48,2 pada bulan Maret, level tertinggi sejak November dan pulih dari angka 47,2 pada bulan Februari yang menandai laju kontraksi tercepat dalam lebih dari 3,5 tahun.
Baca Juga: Bertemu Xi Jinping di Beijing, Prabowo Janjikan Hubungan RI - China Kian Erat
Namun, menurut survei tersebut, aktivitas mengalami kontraksi selama 10 bulan berturut-turut karena merosotnya pesanan ekspor baru. Kondisi ini mencerminkan memburuknya sentimen di pasar-pasar utama seperti Tiongkok dan Amerika Utara.
Aktivitas manufaktur Korea Selatan juga melemah di bulan Maret karena melambatnya permintaan dalam negeri mengimbangi kuatnya penjualan luar negeri dengan PMI turun menjadi 49,8 di bulan Maret dari 50,7 di bulan Februari.
Data PMI yang lemah menyoroti tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan di kawasan ini ketika mereka bergulat dengan tanda-tanda pemulihan permintaan global yang tidak merata dan ketidakpastian kapan Federal Reserve AS akan mulai menurunkan suku bunganya.
“Ekspor Tiongkok sedikit meningkat, tapi itu karena harga barang-barang mereka murah. Itu berarti negara-negara Asia lainnya harus bersaing dengan Tiongkok untuk mendapatkan permintaan yang tidak meningkat,” kata Toru Nishihama, kepala ekonom pasar berkembang di Dai-ichi Life Research Institute.
Dia menambahkan, “Tanpa adanya pendorong pertumbuhan global yang jelas, sulit untuk memberikan prospek yang cerah bagi Asia.”
PMI Taiwan turun menjadi 49,3 pada bulan Maret dari 48,6 pada bulan Februari. Sedangkan PMI Vietnam turun menjadi 49,9 dari 50,4. Adapun PMI Malaysia turun menjadi 48,4 dari 49,5, menurut survei.
Baca Juga: Aktivitas Pabrik di China Naik Pada Maret, Kenaikan Pertama Dalam Enam Bulan
Sebaliknya, aktivitas manufaktur meningkat pada bulan Maret di Filipina dan Indonesia.
Dalam revisi perkiraan yang dikeluarkan pada bulan Januari, IMF memproyeksikan perekonomian Asia akan tumbuh sebesar 4,5% tahun ini, didorong oleh kuatnya permintaan AS dan dorongan dari langkah-langkah stimulus yang diharapkan di Tiongkok.
Namun dikatakan bahwa pemulihan akan berbeda antar negara, dimana Jepang kemungkinan akan mengalami pertumbuhan yang lambat hingga 0,9%, berbeda dengan ekspektasi ekspansi sebesar 6,5% di India.
IMF memperkirakan perekonomian Tiongkok akan tumbuh 4,6% tahun ini, melambat dari 5,2% pada tahun 2023.