kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.464.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.682   19,00   0,11%
  • IDX 8.650   -10,84   -0,13%
  • KOMPAS100 1.191   -1,19   -0,10%
  • LQ45 853   4,51   0,53%
  • ISSI 308   -5,08   -1,62%
  • IDX30 440   5,88   1,36%
  • IDXHIDIV20 509   7,43   1,48%
  • IDX80 133   -0,35   -0,26%
  • IDXV30 138   -0,06   -0,04%
  • IDXQ30 140   2,14   1,55%

Alarm Ekonomi China: Output Pabrik Melambat, Konsumsi Tertekan Krisis Properti


Senin, 15 Desember 2025 / 17:42 WIB
Alarm Ekonomi China: Output Pabrik Melambat, Konsumsi Tertekan Krisis Properti
ILUSTRASI. Pertumbuhan output pabrik China melambat ke level terendah dalam 15 bulan, sementara penjualan ritel mencatat kinerja terburuk (via REUTERS/CHINA DAILY)


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan output pabrik China melambat ke level terendah dalam 15 bulan, sementara penjualan ritel mencatat kinerja terburuk sejak berakhirnya kebijakan “zero-COVID”, menegaskan kebutuhan mendesak Beijing untuk menemukan sumber pertumbuhan baru menjelang 2026.

Data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dirilis Senin (15 Desember) menunjukkan produksi industri naik 4,8% secara tahunan (year-on-year), melambat dari 4,9% pada Oktober dan menjadi laju terlemah sejak Agustus 2024. Angka ini juga berada di bawah perkiraan kenaikan 5,0% dalam jajak pendapat Reuters.

Sementara itu, penjualan ritel, indikator utama konsumsi, hanya tumbuh 1,3%, terlemah sejak Desember 2022—saat China mencabut pembatasan pandemi—dan jauh di bawah 2,9% pada Oktober serta proyeksi 2,8%.

Subsidi Menyusut, Properti Membebani Konsumsi

Dengan subsidi tukar tambah (trade-in) yang mulai memudar, krisis sektor properti yang berkepanjangan menekan belanja rumah tangga, dan investasi industri berisiko memperparah deflasi, otoritas China selama ini mengandalkan ekspor untuk menopang pertumbuhan.

Namun, strategi tersebut semakin sulit dipertahankan seiring meningkatnya penolakan mitra dagang terhadap surplus perdagangan China yang mencapai sekitar US$1 triliun, serta upaya sejumlah negara untuk membangun hambatan impor.

“Ekspor yang kuat membatasi kebutuhan untuk mendorong permintaan domestik secara agresif tahun ini, dan subsidi tukar tambah mulai habis,” kata Xu Tianchen, ekonom senior Economist Intelligence Unit.

Baca Juga: Ekonomi China Tersendat pada November 2025, Seruan Reformasi Kian Menguat

“Saya melihat pembuat kebijakan mulai mengalihkan fokus ke 2026, karena target pertumbuhan sekitar 5% tahun ini tampaknya masih dapat dicapai, sehingga dorongan stimulus tambahan menjadi terbatas.” tambahnya.

Data yang lemah ini menekan pasar saham China, yang juga terdampak kekhawatiran baru di sektor properti setelah China Vanke berupaya menghindari gagal bayar utang.

Beijing Kehabisan Ide Baru?

Para ekonom menilai perekonomian China telah melewati titik di mana stimulus tambahan dapat menjadi solusi efektif.

Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu mendesak Beijing mempercepat reformasi struktural dan mengambil langkah tegas terhadap sektor properti, mengingat sekitar 70% kekayaan rumah tangga China tersimpan di real estat.

IMF memperkirakan, pemulihan sektor properti dalam tiga tahun ke depan akan menelan biaya setara 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Juru bicara bea cukai China, Fu Linghui, mengatakan bahwa kepercayaan konsumen rumah tangga masih perlu didorong. Ia juga mencatat harga rumah baru kembali turun pada November.

Fu menambahkan bahwa investasi aset tetap turun 2,6% sepanjang Januari–November, terutama akibat penurunan investasi properti sebesar 15,9% pada periode yang sama. Para pengembang kesulitan meyakinkan investor bahwa masih ada pembeli, karena banyak unit hunian tetap tidak terjual meski telah didiskon.

Vanke, salah satu pengembang properti terbesar di China, berencana menggelar rapat kedua pemegang obligasi pekan ini untuk menghindari gagal bayar, setelah investor menolak proposal lembaga keuangan milik negara yang ingin menunda pelunasan utang selama satu tahun.

Sebelumnya, sektor properti menyumbang sekitar seperempat PDB China.

Baca Juga: China Vanke Hadapi Risiko Default: Rapat Obligasi Kedua Kamis (18/12) Mendatang

Konsumsi Melemah, Penjualan Mobil Anjlok

Sebagai tanda tekanan lanjutan, penjualan mobil tahunan merosot 8,5%, penurunan terdalam dalam 10 bulan, meredupkan harapan pemulihan akhir tahun di sektor yang biasanya mencatat penjualan kuat pada dua bulan terakhir.

“Perekonomian melambat secara menyeluruh pada November, dan lemahnya penjualan ritel sangat menonjol,” kata Zhang Zhiwei, kepala ekonom Pinpoint Asset Management. “Kontraksi investasi dan penurunan berkelanjutan di pasar properti telah menekan kepercayaan konsumen.”

Bahkan festival belanja Singles’ Day, yang tahun ini berlangsung hingga lima minggu, gagal mendorong antusiasme konsumen.

Tekanan Perdagangan Global Meningkat

Penasihat pemerintah dan analis memperkirakan China akan mempertahankan target pertumbuhan sekitar 5% tahun depan untuk mengawali rencana lima tahun yang baru dengan pijakan kuat. Namun, tantangan membesar seiring Bank Dunia dan IMF menyampaikan proyeksi pertumbuhan yang lebih konservatif.

Dalam pertemuan ekonomi penting pekan lalu, para pemimpin China berjanji mempertahankan kebijakan fiskal “proaktif” guna mendorong konsumsi dan investasi, seraya mengakui adanya kontradiksi yang menonjol antara pasokan domestik yang kuat dan permintaan yang lemah.

Meski demikian, fokus ganda pada konsumsi dan investasi memperkuat kekhawatiran bahwa Beijing belum siap meninggalkan model ekonomi berbasis produksi menuju model yang lebih bertumpu pada belanja rumah tangga.

Baca Juga: Krisis Properti China Berlanjut, Harga Rumah Turun di Semua Tier Kota di November

Tekanan eksternal juga meningkat. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengancam tarif terhadap China dan menyerukan koreksi atas ketidakseimbangan perdagangan global.

Meksiko menyetujui kenaikan tarif hingga 50% tahun depan atas impor dari China dan beberapa negara Asia lain guna melindungi industri domestik.

Jika ekspor melemah, produsen China berpotensi kesulitan menemukan pembeli domestik.

“Data November menunjukkan kelemahan domestik yang luas, terutama akibat penarikan belanja fiskal,” kata Zichun Huang, ekonom China di Capital Economics.

“Dukungan kebijakan kemungkinan mendorong pemulihan parsial dalam beberapa bulan ke depan, namun kecil kemungkinan mampu mencegah pertumbuhan China tetap lemah sepanjang 2026,” terangnya.

Selanjutnya: Pasca Banjir Sumatera, Bahlil Ungkap Ribuan Desa Masih Belum Teraliri Listrik

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (16/12) Jabodetabek, Daerah Ini Hujan Sangat Lebat




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×