Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Eksportir kedelai Amerika Serikat (AS) berisiko kehilangan potensi penjualan bernilai miliaran dolar ke China tahun ini, karena pembeli di negara importir kedelai terbesar dunia itu telah mengamankan pasokan dari Brasil untuk periode pemasaran utama AS.
Sementara pembicaraan dagang masih berlarut-larut.
Baca Juga: Diversifikasi Bisnis, Multi Makmur Lemindo (PIPA) Gandeng Perusahaan China
Tiga sumber perdagangan mengatakan kepada Reuters bahwa importir China telah menyelesaikan pemesanan kargo kedelai untuk pengiriman September, dengan total sekitar 8 juta ton, seluruhnya dari Amerika Selatan.
Untuk Oktober, pembeli China telah mengamankan sekitar 4 juta ton, setengah dari kebutuhan mereka juga seluruhnya dari wilayah tersebut.
“Pembelian kedelai besar-besaran China pada kuartal ketiga menunjukkan industri telah membangun persediaan untuk mengantisipasi potensi risiko pasokan pada kuartal keempat,” kata Wang Wenshen, analis di Sublime China Information, Kamis (14/8/2025).
Tahun lalu, importir minyak nabati China membeli sekitar 7 juta ton dari AS untuk pengiriman selama September–Oktober.
Baca Juga: Hindari Tarif Tinggi AS, Investor China Incar Ekspansi ke Indonesia
Potensi absennya pembelian China pada awal tahun pemasaran AS yang dimulai September, di tengah ketegangan dagang yang belum terselesaikan, berisiko menekan harga kedelai berjangka di Chicago yang kini mendekati level terendah lima tahun.
Biasanya, sebagian besar kedelai AS dikirim ke China antara September dan Januari, sebelum pasokan Brasil mendominasi setelah panen di Amerika Selatan.
Pembeli China diperkirakan menyelesaikan pemesanan untuk Oktober pada awal bulan depan.
Menurut Terry Reilly, Senior Agricultural Strategist di Marex, pasokan Brasil pada tahun ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan impor China, dengan perkiraan kekurangan sekitar 2–5 juta ton pada akhir musim.
Hal ini bisa membuka peluang terbatas bagi AS untuk menjual kedelai di akhir 2025 atau awal tahun depan, namun volumenya kemungkinan kecil jika tarif tetap berlaku.
Sejak perang dagang di masa pemerintahan pertama Donald Trump, China telah mengurangi ketergantungan pada produk pertanian AS. Tahun lalu, dari total impor kedelai sekitar 105 juta ton, hanya 22,13 juta ton yang berasal dari AS, senilai sekitar US$12 miliar.
Baca Juga: Insiden Udara Terbaru: Jet Tempur China Intimidasi Pesawat Filipina
Awan Ketidakpastian di Tengah Ketegangan Dagang
Pada Minggu, Trump mendesak China untuk melipatgandakan empat kali lipat pembelian kedelai sebelum batas waktu gencatan tarif.
Namun, analis menilai target tersebut tidak realistis karena berarti China harus membeli hampir seluruh pasokan dari AS.
Sehari kemudian, kedua pihak sepakat memperpanjang gencatan tarif selama 90 hari.
Meski demikian, menurut tiga pedagang, perpanjangan ini saja tidak cukup mendorong pembelian, karena tarif impor kedelai AS ke China masih berada di level 23%, membuatnya tidak kompetitif.
Baca Juga: China Tingkatkan Dukungan Finansial untuk Dorong Konsumsi Domestik
China dapat kembali membeli kedelai AS jika ada kesepakatan untuk menurunkan tarif.
Johnny Xiang, pendiri AgRadar Consulting di Beijing menyebut bahwa jika kesepakatan tercapai pada November, peluang ekspor AS bisa diperpanjang dan menekan penjualan kedelai hasil panen baru Brasil.
Ironisnya, tanpa tarif, harga kedelai AS untuk pengiriman Oktober sebenarnya sekitar US$40 per ton lebih murah dibanding kargo dari Brasil.
Namun, stok kedelai China saat ini sudah melimpah setelah impor mencapai rekor dalam beberapa bulan terakhir.