Sumber: Express.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ini merupakan ancaman baru terjadinya Perang Dunia 3. Express.co.uk melaporkan, militer China kemungkinan besar memiliki senjata baru yang menakutkan untuk berburu radar musuh. Hal itu diketahui berdasarkan foto yang diposting di media sosial.
Gambar-gambar tersebut berasal dari video rekrutmen Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China di grup Facebook pribadi. Rekaman itu menunjukkan rudal anti-radar baru di bawah sayap jet tempur.
J-11BS, namanya. Ini adalah jet tempur bermesin ganda dan saat ini diproduksi oleh Shenyang Aircraft Corporation China.
Andreas Rupprecht, penulis penerbangan dan pakar militer China, mengatakan rudal yang sejauh ini tidak diketahui kemungkinan besar adalah rudal anti-radio.
Baca Juga: Posisi ofensif, Korea Utara disebut-sebut kerahkan 1,2 juta tentara ke garis depan
Rudal ini digunakan untuk menargetkan sistem radar musuh sebagai bagian dari misi Suppression of Enemy Air Defenses (SEAD).
SEAD adalah tindakan militer untuk menekan pertahanan udara musuh, untuk membuka jalan bagi pesawat yang lebih rentan termasuk pembom untuk terbang ke wilayah musuh.
“Jika benar, maka ini adalah berita besar lainnya. Tidak hanya itu menunjukkan untuk pertama kalinya PLAAF J-11BS dengan penanda visibilitas rendah, tetapi yang lebih mengejutkan adalah rudal baru dan sejauh ini tidak dikenal yang dibawanya di bawah sayapnya. IMO ini kemungkinan besar ARM baru yang telah lama diharapkan," jelas Rupprecht dalam sebuah tweet-nya seperti yang dilansir Express.co.uk.
Baca Juga: Lembaga think tank AS sebut Korea Utara punya hingga 60 hulu ledak nuklir
Dia menambahkan: “Catatan tambahan yang menarik: Gambar itu dari video perekrutan pilot terbaru tahun 2020, menunjukkan secara singkat bahwa J-11BS saat lepas landas dan pertama kali diposting di grup Facebook. Namun ada yang bilang J-11BS hanya CG? Sebenarnya menurutku tidak. ”
Grup Facebook, People’s Liberation Army Review Group, awalnya dikhususkan untuk komentar tentang jet tempur generasi keempat China.
Tetapi kelompok itu mengatakan sekarang membahas semua jenis senjata militer PLA dan topik terkait.
Sebuah rudal anti-radiasi baru dilaporkan dapat menunjukkan bahwa produsen senjata China telah berkembang di bidang teknologi setelah mengandalkan rudal buatan Soviet dan Rusia.
Baca Juga: Kecemasan Perang Dunia 3: Korut akan uji coba nuklir saat pelantikan Joe Biden
Menurut sebuah laporan baru-baru ini, China dikatakan mengungguli Rusia dalam teknologi kekuatan udara.
Lembaga pemikir yang berbasis di Inggris, The Royal United Services Institute (RUSI), menyimpulkan bahwa China sedang dalam perjalanan untuk mengalahkan Rusia dalam hal pesawat tempur.
RUSI mengatakan bahwa kedua negara berada pada jalur yang berbeda dalam pengembangan pesawat tempur, tetapi Beijing memimpin dengan jelas di berbagai bidang termasuk sensor, senjata, datalink, dan teknologi yang dapat diamati secara rendah.
Baca Juga: Khawatir soal senjata nuklir Korea Utara, Korea Selatan minta bantuan Joe Biden
Tetapi kelompok itu menambahkan bahwa Rusia tetap memimpin atas China dalam mesin pesawatnya.
“China telah mulai membangun kepemimpinan teknis yang jelas atas Rusia dalam sebagian besar aspek pengembangan pesawat tempur. Selain itu, industri Rusia tidak mungkin dapat memperoleh kembali area keunggulan kompetitif setelah hilang, karena industri struktural dan kerugian anggaran yang mendalam dibandingkan dengan sektor pertahanan China," kara RUSI.
Laporan itu menambahkan bahwa Rusia telah berjuang untuk mendapatkan radar combat electronically scanned array (AESA) yang memberi pilot jangkauan deteksi tinggi.
Baca Juga: Pasca pecat Menhan AS, Trump diduga akan pecat penasihat kesehatan Gedung Putih
Itu juga menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun berikutnya, Rusia dapat mengimpor sensor dan teknologi rudal China.
RUSI menambahkan: “Agar hal ini terjadi, pemerintah Rusia harus mengatasi tingkat ketidakpercayaan yang cukup besar antara Rusia dan China dalam hal militer, serta kebanggaan dan keterikatan mendalam Rusia pada industri kedirgantaraan mereka yang berdaulat."