Sumber: Yahoo Finance | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Mester mengatakan ia akan berhati-hati terhadap pemotongan lanjutan karena inflasi jasa dan kenaikan harga akibat tarif tidak bisa diselesaikan hanya dengan menurunkan suku bunga. Ia menyoroti pasar tenaga kerja yang kini stagnan akibat faktor structural, termasuk perubahan kebijakan imigrasi, yang menurutnya tidak bisa diselesaikan lewat kebijakan moneter.
Tilley dari Wilmington Trust memperkirakan justru akan ada tiga pemangkasan beruntun setelah pertemuan ini, karena ia melihat pasar tenaga kerja melemah signifikan. Ia memperkirakan tingkat pengangguran November bisa naik ke 4,5% dan pertumbuhan pekerjaan non-kesehatan sudah negatif.
Aditya Bhave dari Bank of America memperkirakan dua pemotongan tambahan pada Juni dan Juli tahun depan — bukan karena ekonomi membutuhkan, tapi karena kemungkinan adanya ketua baru The Fed.
Sementara itu, Amir Bagherpour dari Accenture memperkirakan satu hingga dua kali pemotongan lagi pada 2026, dengan asumsi inflasi inti 2,5–2,7%, pertumbuhan PDB 1,5–1,8%, pengangguran 4,4–4,6%, dan pertambahan pekerjaan bulanan 75–125 ribu.
Proyeksi resmi The Fed akan keluar pada Rabu.
Tonton: Aset Anak Usaha BRI Tembus Rp 244,5 Triliun, Laba Naik 27,6 Persen
Kesimpulan
The Fed hampir pasti memangkas suku bunga 25 bps minggu ini, tetapi arah kebijakan 2026 masih kabur karena inflasi belum sepenuhnya jinak dan pasar tenaga kerja menunjukkan pelemahan yang tidak merata. Perbedaan pandangan internal semakin besar: sebagian pejabat khawatir pemotongan terlalu cepat dapat memicu inflasi kembali naik, sementara pihak lain menilai kondisi ekonomi—khususnya tenaga kerja—membutuhkan pelonggaran tambahan. Karena data ekonomi terbaru terlambat dirilis dan banyak faktor struktural membebani pasar tenaga kerja, pasar hanya bisa menunggu sinyal Powell dan proyeksi The Fed untuk membaca jalur suku bunga tahun depan.













