Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. CEO Apple Tim Cook mengumumkan rencana besar perusahaannya untuk membangun 79 pabrik baru di Amerika Serikat (AS) dengan investasi senilai US$ 600 miliar dalam empat tahun ke depan.
Cook menyebut langkah ini akan menciptakan “efek domino” yang mendorong tumbuhnya industri manufaktur di AS.
“Kami menaruh US$ 600 miliar untuk empat tahun ke depan. Ini sebuah komitmen luar biasa,” kata Cook dalam wawancara dengan CNBC, Senin (22/9/2025).
Ia menilai kehadiran pabrik-pabrik tersebut akan membawa perusahaan lain ke komunitas sekitar dan memperluas dampak ekonomi.
Baca Juga: Terdesak Perang Dagang, Apple Pindahkan Produksi iPhone untuk Pasar AS ke India
Meski begitu, Apple tetap belum berencana memproduksi iPhone di AS. Sejak diluncurkan pada 2007, iPhone dirakit di luar negeri, terutama di fasilitas raksasa milik Foxconn di Zhengzhou, China, yang mempekerjakan sekitar 350.000 orang dan mampu menghasilkan hingga 500.000 unit per hari.
Sekitar 80% iPhone yang dijual di AS masih berasal dari China, meski sebagian rantai pasok mulai dialihkan ke India untuk menghindari tarif.
Langkah Apple membangun pabrik di AS sejalan dengan dorongan pemerintahan Presiden Donald Trump yang ingin menghidupkan kembali industri manufaktur domestik. Namun, sejumlah analis menilai ketergantungan Apple pada Asia masih akan sulit diputus.
Scott Bickley, peneliti di Info-Tech Research Group, mengatakan faktor seperti konsentrasi pemasok, skala tenaga kerja, dan biaya yang lebih rendah di Asia membuat wilayah tersebut tetap menjadi pusat produksi iPhone.
“Semua faktor itu mendukung Asia tetap menjadi basis utama manufaktur iPhone di masa depan,” ujarnya.
Baca Juga: Trump Minta Apple Setop Pindahkan Produksi iPhone ke India
John Belton dari Gabelli Funds menambahkan, sebagian besar dana investasi Apple sudah termasuk dalam rencana jangka panjang perusahaan.
Ia menilai pembangunan pabrik di AS lebih pada produksi komponen tertentu, seperti kaca penutup dan chip, sementara perakitan akhir tetap dilakukan di China dan sebagian di India.
Kendala lain yang dihadapi adalah ketersediaan tenaga kerja. Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat ada sekitar 400.000 lowongan manufaktur yang belum terisi. Para ahli menilai sulit bagi Apple untuk menemukan pasar tenaga kerja dengan ratusan ribu pekerja seperti di Tiongkok.
Meski demikian, beberapa pihak menilai langkah Apple bisa mendorong perusahaan teknologi lain berinvestasi dalam model “made in America”.
Baca Juga: Tekanan pada Dolas AS Membuat Mata Uang Asia Terangkat
Namun, analis juga mengingatkan bahwa investasi besar ini tidak sepenuhnya terobosan, melainkan bagian dari penyesuaian terhadap kebijakan perdagangan dan tekanan geopolitik.