Sumber: India Today | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump telah memperkenalkan kebijakan tarif impor baru yang bertujuan mendorong relokasi industri manufaktur kembali ke dalam negeri.
Langkah ini dimaksudkan untuk menghidupkan kembali sektor industri domestik, menciptakan jutaan lapangan kerja baru, serta mengurangi ketergantungan terhadap produksi luar negeri, khususnya dari Tiongkok.
Namun, di balik ambisi tersebut, sejumlah analis memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi konsumen, terutama dalam bentuk kenaikan harga produk teknologi, termasuk iPhone, yang merupakan salah satu produk paling populer di dunia.
Baca Juga: Tarif Trump Memicu Ancaman Perang Dagang, Harga iPhone Bisa Lebih Mahal
iPhone Bisa Tembus Harga Rp58 Juta Jika Diproduksi di AS
Menurut laporan eksklusif dari CNN, jika Apple memindahkan seluruh lini produksi iPhone ke Amerika Serikat, maka harga satu unit iPhone diperkirakan akan melonjak drastis menjadi sekitar US$3.500 atau setara dengan Rp58 juta. Saat ini, harga iPhone berkisar di angka US$1.000 (sekitar Rp16 juta), tergantung pada model dan kapasitas penyimpanan.
Kenaikan harga ini disebabkan oleh tingginya biaya pembangunan dan pengoperasian pabrik berteknologi tinggi di AS, termasuk kebutuhan akan tenaga kerja dengan upah lebih tinggi, biaya logistik, serta pembentukan kembali rantai pasokan yang telah mapan selama puluhan tahun di Asia.
Rantai Pasok Global Apple dan Ketergantungan terhadap Asia
Hingga saat ini, Apple masih sangat bergantung pada jaringan pasokan global yang terkonsentrasi di Asia. Komponen utama iPhone berasal dari berbagai negara:
-
Chipset diproduksi di Taiwan
-
Layar berasal dari Korea Selatan
-
Kamera dan sensor lainnya dibuat di Jepang dan Tiongkok
-
Perakitan akhir dilakukan di pabrik Foxconn di Tiongkok
Baca Juga: Takut Dampak Kebijakan Trump, Jerman Siap Tarik Cadangan Emas 1.200 Ton di AS!
Struktur rantai pasok ini memungkinkan Apple menekan biaya produksi dan mempertahankan margin keuntungan yang tinggi. Relokasi manufaktur ke Amerika akan menuntut investasi infrastruktur besar-besaran, dengan estimasi biaya mencapai US$30 miliar dan waktu implementasi lebih dari tiga tahun, hanya untuk memindahkan 10% dari total kapasitas produksi.
Dampak Langsung terhadap Harga dan Konsumen Global
Bahkan jika Apple tidak memindahkan manufaktur ke AS, tarif yang lebih tinggi atas komponen impor akan tetap berdampak pada struktur biaya. Apple kemungkinan akan meneruskan beban biaya ini kepada konsumen.
Dalam skenario ini, harga model iPhone terbaru dapat mengalami kenaikan hingga 43%, menjadikannya produk yang semakin eksklusif dan sulit dijangkau oleh sebagian besar konsumen global.
Sejak pengumuman tarif baru tersebut, saham Apple mengalami tekanan signifikan. Harga saham perusahaan telah turun sekitar 25%, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap dampak jangka panjang kebijakan proteksionis terhadap margin keuntungan dan strategi manufaktur Apple.
Baca Juga: Trump Bikin Elon Musk Rugi Triliunan! Kekayaan Anjlok Jadi di Bawah Rp 5.060 Triliun
Diversifikasi ke India dan Brasil sebagai Strategi Alternatif
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap produksi di Tiongkok, Apple telah mengambil langkah-langkah strategis dengan memindahkan sebagian lini produksinya ke negara-negara seperti India dan Brasil.
Negara-negara ini menawarkan tarif impor yang lebih rendah serta dukungan pemerintah terhadap investasi asing, menjadikannya lokasi menarik bagi ekspansi manufaktur Apple.
Langkah ini juga sejalan dengan tren globalisasi baru yang lebih terdistribusi dan responsif terhadap tekanan geopolitik.