Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - KYIV. Amerika Serikat menghentikan sementara pengiriman bantuan militer ke Ukraina, langkah yang dapat berdampak pada jalannya perang dalam beberapa bulan ke depan.
Meskipun tidak akan menyebabkan runtuhnya garis pertahanan Ukraina secara langsung, penghentian ini berisiko melemahkan pertahanan udara dan kemampuan serangan presisi negara tersebut.
Menurut sumber yang mengetahui kebijakan tersebut, pengiriman bantuan militer AS dihentikan pada pukul 03.30 waktu setempat. Keputusan ini diambil setelah Presiden AS Donald Trump menghentikan bantuan pada Senin malam, menyusul ketegangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Baca Juga: AS Kirim Bantuan Militer Tambahan ke Ukraina Senilai US$375 Juta
Keputusan tersebut menunda penarikan lebih lanjut bantuan militer senilai 3,85 miliar dolar AS yang telah disetujui Kongres di bawah pemerintahan Joe Biden. Selain itu, pengiriman peralatan militer yang telah disetujui sebelumnya juga ikut terhenti.
Michael Kofman, peneliti senior di Carnegie Endowment, menilai penghentian ini signifikan tetapi tidak akan berdampak sebesar awal perang, mengingat Ukraina kini lebih mandiri dalam aspek militer.
Namun, ia memperingatkan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, dampaknya akan semakin terasa seiring berkurangnya persediaan senjata.
Kyiv diperkirakan akan kesulitan menggantikan sistem pertahanan udara canggih yang digunakan untuk menangkis serangan rudal Rusia, termasuk sistem rudal HIMARS dengan jangkauan 70-85 km.
Baca Juga: Sudah Bantu Perang, AS Minta Aset Mineral Ukraina
Perdana Menteri Denys Shmyhal menekankan bahwa sistem Patriot AS merupakan satu-satunya pertahanan Ukraina terhadap rudal balistik Rusia.
Serhii Zgurets, analis militer, menyebut bahwa pertahanan udara canggih kemungkinan akan habis lebih cepat dibandingkan jenis persenjataan lainnya, tergantung pada intensitas pertempuran yang terjadi.
Ketergantungan Ukraina Berkurang
Setelah invasi Rusia pada Februari 2022, Ukraina sangat bergantung pada bantuan militer AS. Namun, pada paruh pertama 2024, negara ini mampu bertahan meskipun pasokan terhambat akibat penolakan Partai Republik terhadap paket bantuan baru.
Meskipun penghentian bantuan artileri AS dapat memengaruhi garis depan, Eropa telah meningkatkan pasokan peluru, dan negara lain turut berkontribusi. Ukraina juga semakin mengandalkan pesawat nirawak buatan dalam negeri dalam pertempuran.
Roman Kostenko, Sekretaris Komite Parlemen Ukraina untuk Keamanan Nasional, Pertahanan, dan Intelijen, menyatakan bahwa 65% tentara Rusia yang tewas atau terluka akibat serangan Ukraina terkena serangan pesawat nirawak, sementara hanya 20% akibat artileri, dan 10% akibat artileri AS.
Baca Juga: Panglima Militer Ukraina Akan Perkuat Pasukan di Garis Depan Timur
Namun, ia mengakui bahwa kehilangan pasokan peluru artileri kaliber 155 mm dari AS tetap menjadi tantangan.
Serhiy Rakhmanin, anggota parlemen Ukraina, mengatakan bahwa keberlanjutan pasokan senjata kini bergantung pada apakah AS akan memblokir negara ketiga yang memiliki lisensi produksi senjata AS.
AS merupakan penyumbang militer terbesar bagi Ukraina, dengan alokasi lebih dari 64 miliar euro sejak Januari 2022. Sementara itu, bantuan militer Eropa berjumlah kurang dari 62 miliar euro.
Rakhmanin menyebut bahwa jika negara-negara Eropa tetap bebas bertindak dan memiliki keinginan serta sumber daya, penghentian bantuan AS tidak akan menjadi bencana.
Selain senjata, Kyiv juga bergantung pada Starlink, sistem internet satelit milik SpaceX, untuk komunikasi dan operasi pesawat nirawak. Sejauh ini, layanan tersebut masih beroperasi tanpa gangguan.
Baca Juga: Rusia bersikap keras terhadap Presiden AS Donald Trump Soal Ukraina, Ini Buktinya
Meskipun belum ada indikasi bahwa AS menghentikan pembagian intelijen dengan Ukraina, hubungan kedua negara sedang berada di bawah tekanan besar. Washington juga terlibat langsung dengan Rusia dalam upaya mengakhiri perang.
Lembaga pemikir Eurointelligence menilai bahwa penghentian bantuan ini merupakan langkah awal dari proses pelepasan AS dari konflik.
"Keputusan ini sendiri tidak akan secara langsung memengaruhi jalannya perang, tetapi merupakan sinyal diplomatik yang penting," demikian analisis lembaga tersebut.