Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Amerika Serikat menuduh China sebagai manipulator mata uang dengan membiarkan yuan terus melemah. Namun, justru AS lah yang dinilai ingin memulai perang mata uang dengan menjadikan China sebagai kambing hitam.
Departemen Keuangan AS menunjuk Cina sebagai manipulator mata uang pada hari Senin setelah yuan melemah ke level 7 yuan per dolar AS di awal pekan ini.
Baca Juga: Yuan stabil bikin rupiah menguat hari ini, bagaimana nasib Jumat (9/8) besok
Ini adalah pertama kalinya sejak perdagangan yuan offshore dimulai di Hong Kong pada 2010, dan pertama kali di pasar on shore sejak April 2008.
Namun pengamat dari Akademi Ilmu Sosial Tiongkok Yu Yongding menilai tudingan China sebagai manipilator mata uang adalah hal yang tidak masuk akal.
“Adalah suatu hal konyol untuk melabeli China sebagai manipulator mata hanya karena satu perubahan kecil pada nilai tukar dalam satu hari perdagangan,” kata dia seperti dikutip South China Morning Post.
"Amerika Serikat sedang mencoba untuk memulai perang mata uang, dan telah bergegas mencari alasan untuk melakukannya dengan menuding China," lanjutnya.
Baca Juga: Makin panas, Amerika Serikat dan Australia merilis travel warning ke Hong Kong
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang beberapa kali melontarkan pendapatnya bahwa the greenback saat ini terlalu kuat. Hal ini menekan daya saing produk AS di pasar ekspor.
Lebih jauh, Yu menilai aksi pemerintahan Presiden AS Donald Trump ini akan membuka risiko resesi ekonomi global secara lebih lebar. Apalagi eskalasi perang dagang terus meningkat.
Sebelumnya Departemen Keuangan AS menyebut China telah melakukan langkah konkret dalam beberapa hari terakhir untuk mendevaluasi mata uangnya sambil mempertahankan cadangan devisa yang besar.
"Konteks tindakan ini dan tidak masuk akalnya alasan stabilitas pasar China menegaskan bahwa tujuan devaluasi mata uang China adalah untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang tidak adil dalam perdagangan internasional," tulis Departemen Keuangan AS.
Baca Juga: Nestle mulai jualan kopi bermerk Starbucks di China
Pernyataan tersebut juga keluar tak lama setelah Trump bercuit dengan menuduh China terus terlibat dalam manipulasi mata uang.
Meski mendapat tuduhan yang tajam, namun Yu menilai China akan memberikan respons secara langsung. "Saya tidak berpikir China akan mengambil tindakan balasan," kata dia.
Sebaliknya, ia meyakini China akan tetap mempertahankan tujuannya untuk membuat nilai tukar yuan lebih fleksibel.
Gubernur People's Bank of China (PBOC) Yi Gang sebelumnya juga mengatakan bahwa nilai tukar yuan ditentukan oleh pasar. Selain itu bank sentral China juga menegaskan bahwa Beijing tidak berniat untuk menggunakan yuan sebagai alat untuk mengelola dampak dari perang dagang.
Baca Juga: Raih pendanaan awal US$ 1,94 juta, AllSome Fulfillment akan ekspansi ke Indonesia